Reforminer Institute
  • Home
  • Tentang Reforminer
    • Tentang Kami
    • Tim Inti
    • Aktivitas
  • ReforMiner di Media
    • 2021
    • 2020
    • 2019
  • Studi
  • Infografis – Simulasi
    • Listrik
    • Makro Energi
    • Minyak dan Gas
    • Mineral dan Batubara
    • EBTKE
    • Harga
  • ReforMiner’s Notes
  • Publikasi
    • Konferensi Pers
    • ReforMiner’s Policy Analysis
    • Perspektif Opini
    • Buku
  • Hubungi Kami
  • Home
  • 2021
  • Pemerintah Harus Fokus Pemakaian Energi dalam Negeri untuk Tekan Impor
Wed, Apr 14, 2021

Pemerintah Harus Fokus Pemakaian Energi dalam Negeri untuk Tekan Impor

2021
April 7, 2021
RA
0
52
Share
  • Facebook
  • Google plus
  • Twitter
  • Linkedin
  • Pinterest

Kontan.co.id; 7 April 2021

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Upaya pemerintah untuk memangkas ketergantungan energi impor dinilai sebagai langkah tepat. Salah satunya adalah dengan mengalihkan penggunaan Liquefied Petroleum Gas (LPG) ke energi yang bersumber di dalam negeri.

Direktur Eksekutif ReForminer Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, meskipun dalam kondisi pandemi Covid-19, tren konsumsi LPG tetap meningkat. Selain konsumsinya terus membesar, produksi LPG di dalam negeri juga cenderung rendah.

Nah, agar impor tidak terus naik, pemerintah harus mengoptimalkan sumber-sumber energi di dalam negeri. “Untuk LPG, produksi dalam negeri sekitar 30 %, jadi mayoritas impor 70 %,” ujar Komaidi dalam keterangannya, Rabu (7/4).

Jika pemerintah tidak berani melakukan perubahan, dikhawatirkan impor LPG akan semakin membesar dan menjadi beban pemerintah di masa depan karena harga jualnya disubsidi.

Berdasarkan proyeksi Kementerian ESDM, impor LPG sampai tahun 2024 akan mencapai 11,98 juta ton. Sementara produksi LPG hanya sebanyak 1,97 juta ton per tahun. Kapasitas produksi kilang LPG di dalam negeri sendiri ditargetkan sekitar 3,98 juta ton pada 2024.

Akibat arus impor LPG yang kian membesar, khusus di tahun 2021 saja pemerintah terpaksa mengalokasikan subsidi hingga senilai Rp 37,85 triliun. Besarnya angka subsidi LPG tersebut sejatinya dapat digunakan untuk membiayai proyek infrastruktur gas bumi.

Hal senada diungkapkan pakar Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi. Menurutnya, penggunaan LPG harus digantikan karena mayoritas masih impor. Salah satu opsinya adalah dengan menggenjot Jaringan Gas (Jargas).

Ia mengakui bahwa pembangunan infrastruktur Jargas biayanya cukup besar sementara APBN terbatas. Terutama untuk membangun pipa yang menghubungkan sumber gas ke rumah-rumah.

Meski demikian, pembangunan tersebut tetap perlu dilakukan sebagai investasi di masa depan. Untuk itu pemerintah harus serius dan konsisten dalam mendorong pembangunan infrastruktur.  Selain sumber gas bumi masih sangat besar, selama ini penggunaan gas bumi terbukti lebih efisien dan aman.

“Biaya investasi mahal tapi cost per unit per rumah tangga justru lebih murah, bahkan dibandingkan kompor gas elpiji 3 kilogram sekalipun. Uji coba di beberapa daerah di Jawa Timur sudah diketahui bahwa cost per unit lebih murah, tapi memang biaya investasinya mahal,” kata Fahmy.

Di tengah beban berat subsidi LPG, sejumlah rencana memang mulai dimunculkan. Salah satunya adalah rencana program 1 juta kompor listrik yang digagas oleh PLN. Namun, konversi LPG dengan listrik dianggap tidak efisien untuk jangka panjang.

Pasalnya siklus atau rantai konversi energi dari sumber primer menjadi listrik, lalu digunakan untuk kompor listrik sangat panjang. Siklusnya mencapai 5 rantai.

Berbeda dengan konversi LPG dengan gas alam. Rantai konversi energi hanya sekali, yakni dari gas alam langsung dibakar menghasilkan panas.

Fahmy menilai program kompor listrik cukup baik, namun program kompor listrik dipastikan akan menimbulkan beban baru pemerintah lantaran akan ada subsidi. Apalagi daya watt kompor listrik juga cukup besar.

“Jargas lebih murah jika digunakan di sekitar sumber gas, sedangkan jika jauh masih mahal. Sementara kompor listrik di pasaran watt tinggi, jadi mana yang lebih murah,” katanya.

Kementerian ESDM sejatinya sudah memulai program jargas sejak 2009. Sesuai RPJMN yang telah ditetapkan, sampai tahun 2024 ditargetkan mampu dibangun jargas hingga 4 juta sambungan rumah tangga (SR). Meski program ini sudah berjalan lebih dari 12 tahun sampai saat ini yang terbangun 535.555 SR.

Rendahnya realisasi pembangunan jargas SR ini berdampak pada gas bumi yang sumbernya sangat besar di dalam negeri lebih banyak di ekspor.

Sementara untuk memenuhi kebutuhan energi di dalam negeri pemerintah lebih banyak mengadalkan LPG yang harus diimpor dan memberikan subsidi yang angkanya mencapai puluhan triliun tiap tahunnya.

“Bisa saja LPG tetap dijual di pasar tapi tanpa harga subsidi. Kalau itu bisa dilakukan, penghematan tersebut bisa untuk bangun infrastruktur Jargas,” katanya.

Fahmy menegaskan agar pemerintah harus menunjukkan komitmen yang tegas di bidang energi ini jangan sampai menjadi beban di masa depan dan harus fokus pada penggunaan energi dalam negeri.

“Selain gas, ada juga geothermal, dimana cadangan Indonesia terbesar kedua di dunia. Tapi letaknya yang sulit dicapai maka butuh infrastruktur yang besar juga. Pemerintah perlu menunjukkan komitmennya,” tegas Fahmy.

RA 211 Posts   0 Comments

Previous Post

Pasokan BBM Pasca Musibah Kilang Balongan (1)
Pasokan BBM Pasca Musibah Kilang Balongan
Infografis-Simulasi
2021-03-31

Next Post

shutterstock_127318157
Pertamina Cari Mitra di Blok Rokan, Kuncinya Ada pada Skema Bisnis
2021
2021-04-11
  • Facebook Comments
RELATED POSTS
shutterstock_127318157Pertamina Cari Mitra di Blok Rokan, Kuncinya Ada…
4Kilang Minyak di Balongan Terbakar, Perlukah Impor BBM,…
Petugas PLN Area Pelaksana Pemeliharaan (APP) Duri Kosambi sedang melakukan inspeksi harian dengan peralatan mendeteksi panas Thermography pada semua peralatan di Gas Insulated System (GIS) Alam Sutera, Tangerang Selatan, Rabu (26/7). GIS dengan tegangan 150.000 Volt ini memiliki empat trafo tenaga 150/20 kilo Volt (kV) untuk memasok kebutuhan listrik kawasan Alam Sutera dan Tangerang./pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/27/07/2017.Jokowi Coret Abu Batu Bara dari Limbah B3,…
2017_01_06-14_06_53_1086b1e04d63efd42083f003872c23e4_620x413_thumbHarga Minyak Dunia Naik, Pertanda Ekonomi kembali Bergerak?
Publikasi Terbaru
shutterstock_127318157
Pertamina Cari Mitra di Blok Rokan, Kuncinya Ada pada Skema Bisnis
2021
April 11, 2021
Penjual gas elpiji 3 kg bersiap mengantar pesanan ke konsumen di Jakarta, Selasa (4/3). Pertamina menyatakan tidak ada kenaikan harga gas elpiji 3 kg dan menjamin stok gas melon masih melimpah./pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/04/03/2015
Pemerintah Harus Fokus Pemakaian Energi dalam Negeri untuk Tekan Impor
2021
April 7, 2021
Pasokan BBM Pasca Musibah Kilang Balongan (1)
Pasokan BBM Pasca Musibah Kilang Balongan
Infografis-Simulasi
March 31, 2021
Pasokan BBM Pasca Musibah Kilang Balongan (1)
Pasokan BBM Pasca Musibah Kilang Balongan
Artikel Tahun 2021
March 31, 2021
4
Kilang Minyak di Balongan Terbakar, Perlukah Impor BBM, Pengamat: Kalau Bisa Lebih Murah Harganya
2021
March 30, 2021
Buku
Migas, Perbankan dan Perekonomian Nasional; Sinergisitas Hulu Migas dan Perbankan Nasional
Buku
Esensi Pendirian Perusahaan Migas Negara; Redefinisi Peran dan Posisi Pertamina
Buku
Kedaulatan Migas dan Production Sharing Contract Indonesia
Buku
Ekonomi Energi I


Tentang Reforminer
Lingkup Aktivitas
Tim Inti
Hubungi Kami
Alamat

World Trade Centre (WTC) 5 Lt. 3A (3A56),
Jl. Jenderal Sudirman Kav. 29-31,
Jakarta, 12920

Telepon : 021-25985112

Fax : 021-25985001

Email : info@reforminer.com

Menu
Home
Reforminer di Media
Studi
Infografis-Simulasi
Publikasi
Social Media
Copyright © 2006-2021 Reforminer Institute. All rights reserved.