Pasokan BBM Pasca Musibah Kilang Balongan

Investordaily, 31 Maret 2021

Oleh:

Komaidi Notonegoro

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute dan Pengajar Program Magister Ilmu Ekonomi Universitas Trisakti

Email     : komaidinotonegoro@gmail.com

Keberlangsungan pasokan BBM merupakan salah satu yang dikhawatirkan akan terjadi pasca terjadinya musibah kebakaran tanki T-301G Kilang Balongan pada 29 Maret 2021 sekitar pukul 00.45 dini hari. Kilang Balongan merupakan Refinery Unit VI yang dikelola oleh PT Pertamina (Persero). Kapasitas kilang tersebut adalah 125.000 bopd. KIlang Balongan mengolah minyak mentah menjadi produk BBM, non BBM, dan petrokimia.

Berdasarkan informasi, produk BBM yang dihasilkan dari Kilang Balongan berupa premium, minyak tanah, solar, avtur, pertamax, pertadex, dan pertamax turbo. Selama ini, produk BBM yang dihasilkan dari Kilang Balongan digunakan untuk memenuhi kebutuhan wilayah Jawa Barat dan DKI Jakarta. Sehingga cukup logis jika musibah yang menimpa Kilang Balongan dikhawatirkan akan memberikan dampak terhadap distribusi sejumlah jenis BBM ke wilayah Jawa Barat dan DKI Jakarta.

Strategi Pasokan BBM

Mencermati sebaran lokasi dan kapasitas kilang minyak yang ada saat ini, potensi terjadinya hambatan pasokan BBM untuk wilayah Jawa Barat dan DKI Jakarta akibat terbakarnya Kilang Balongan pada dasarnya masih dapat dihidari. Pasokan BBM untuk masyarakat kemungkinan masih dapat diupayakan berjalan normal seperti sebelum terjadinya musibah tersebut.

Berdasarkan data yang ada, saat ini total kapasitas kilang minyak nasional sekitar 1.169 ribu bopd. Dari kapasitas tersebut, 1.031 ribu bopd atau sekitar 88 % diantaranya merupakan kilang minyak yang dimiliki oleh Pertamina. Distribusi kapasitas kilang minyak nasional saat ini meliputi Kilang TWU-Jawa Timur (18 ribu bopd), Kilang Dumai-Riau (177 ribu bopd), Kilang Plaju-Sumatera Selatan (127,30 ribu bopd), Kilang Cilacap-Jawa Tengah (348 ribu bopd), Kilang Balikpapan-Kalimantan Timur (260 ribu bopd), Kilang Balongan-Jawa Barat (125 ribu bopd), Kilang Cepu-Jawa Timur (3,8 ribu bopd), Kilang Kasim-Sorong Papua (10 ribu bopd), dan Kilang TPPI-Jawa Timur (100 ribu bopd).

Berdasarkan sebaran lokasi kilang tersebut, kapasitas kilang minyak yang berada di Pulau Jawa untuk saat ini adalah sebesar 594,80 ribu bopd atau sekitar 50,88 % dari total kapasitas kilang nasional. Sementara dari sisi konsumsi, berdasarkan data BPH Migas konsumsi BBM jenis tertentu (JBT) di wilayah Jawa-Madura-Bali untuk tahun 2018 adalah sekitar 51,18 % dari total konsumsi JBT nasional. Jika konsumsi BBM nasional memiliki pola yang sama dengan konsumsi JBT tersebut, dapat dikatakan bahwa sebaran lokasi kilang minyak saat ini telah sesuai dengan lokasi konsumennya. Sebagian besar kapasitas kilang minyak berada di lokasi yang tingkat konsumsi BBM-nya cukup besar.

Data sebaran lokasi dan kapasitas kilang tersebut menujukkan bahwa selain Kilang Balongan, saat ini terdapat 469,8 ribu bopd kapasitas kilang minyak di Pulau Jawa. Kilang-kilang tersebut tersebar di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Karena itu, untuk sementara waktu sampai dengan produksi BBM dari Kilang Balongan dapat kembali normal, Pertamina dapat mengalihkan sumber pasokan. Dalam hal ini Kilang Cilacap dan Kilang TPPI adalah yang paling potensial untuk menjadi sumber pasokan.

Jika mencermati neraca minyak khususnya neraca BBM nasional, musibah kebakaran yang terjadi pada Kilang Balongan tersebut semestinya memang tidak akan terlalu mengganggu rantai pasok BBM di dalam negeri. Mengacu pada data Handbook of Energy and Economic Statistics of Indonesia 2019, konsumsi BBM Indonesia pada tahun 2019 adalah 75,12 juta kilo liter (KL). Dari total konsumsi tersebut, 24,72 juta kilo liter (KL) atau 33 % diantaranya dipenuhi dari impor produk BBM. Dalam hal ini sekitar 33 % BBM untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri tidak terkait dengan proses produksi di kilang, tetapi langsung berada di fasilitas penyimpanan BBM.

Pernyataan Pertamina yang memastikan bahwa pasokan BBM akan aman dan sangat memadai untuk kisaran 20 hingga 74 hari ke depan, menegaskan bahwa peluang terjadinya kelangkaan pasokan BBM pasca terjadinya musibah pada Kilang Balongan dapat dikatakan relatif kecil. Pertamina menyebutkan bahwa pasokan BBM jenis bensin secara nasional saat ini tersedia sekitar 10,5 juta barel, solar 8,8 juta barel, dan avtur sekitar 3,2 juta barel. Dengan stok BBM yang tersedia tersebut, logis jika disampaikan dan dipastikan bahwa stok BBM nasional dalam beberapa waktu ke dapan masih aman dan normal.

Mencermati neraca BBM nasional dan mengingat bahwa porsi kapasitas Kilang Balongan sekitar 10,69 % kapasitas kilang nasional, saya menilai dampak dari musibah kebakaran di Kilang Balongan terhadap distribusi dan kelangkaan BBM di dalam negeri dapat diminimalkan. Dalam hal ini potensi gangguan distribusi BBM di wilayah Jawa Barat dan DKI Jakarta akibat musibah di Kilang Balongan kemungkinan masih dapat diminimalkan sepanjang Depo BBM Plumpang tidak mengalami gangguan dan beroperasi secara normal.

Informasi sementara yang menyebutkan bahwa kebakaran di Kilang Balongan hanya terjadi di daerah tanki saja dan tidak memberikan dampak terhadap processing plant yang utama, memberikan harapan bahwa dampak dari musibah kebakaran tersebut dapat diminimalkan dan dapat diatasi dalam kurun waktu yang lebih cepat. Kemungkinan Kilang Balongan akan dapat segera dioperasikan kembali setelah kebakaran pada tanki T-301G berhasil dipadamkan.

Berdasarkan data dan informasi yang ada tersebut, saya menyarankan agar publik selaku konsumen BBM terutama untuk konsumen BBM di wilayah Jawa Barat dan DKI Jakarta tidak perlu panik dalam merespon musibah kebakaran pada Kilang Balongan. Jumlah pasokan, proses dan pola distribusi, dan harga BBM kemungkinan masih akan tetap normal. Karena itu, tidak bermanfaat dan cenderung merugikan jika masyarakat merespon musibah tersebut dengan ramai-ramai memborong BBM di SPBU.

Kilang Minyak di Balongan Terbakar, Perlukah Impor BBM, Pengamat: Kalau Bisa Lebih Murah Harganya

Tribunnews.com; 30 Maret 2021

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pengamat energi Komaidi Notonegoro mengatakan, PT Pertamina harus melakukan cek secara mendetail jika mau impor bahan bakar minyak (BBM) akibat kilang Balongan terbakar.

Kalaupun memang tidak ada pilihan lain selain impor untuk menutup hilangnya 400 ribu barel yang ludes terbakar, harus dengan harga semurah mungkin.

“Kalaupun impor, yang diimpor minyak mentah yang lebih murah, sehingga kebutuhan devisa impornya akan lebih rendah,” ujarnya melalui pesan singkat kepada Tribunnews, Selasa (30/3/2021).

Sementara, untuk peluang ekspor dengan nilai yang lebih besar juga harus dicek secara detil, sehingga tidak mengorbankan kebutuhan dalam negeri.

“Untuk rencana ekspor, Pertamina saya kira perlu dicek lagi detailnya. Mungkin kalaupun iya adalah untuk minyak yang tidak cukup optimal diolah di dalam negeri,” kata Komaidi.

Menurut dia, tiap kilang Pertamina di Indonesia punya spesifikasi minyak tersendiri umumnya demi memenuhi kebutuhan domestik dan eskpor.

“Cukup jelas dari berita bahwa Pertamina akan ekspor minyak yang harganya lebih mahal dan mengimpor yang lebih murah. Ini ada kaitanya dengan spesifikasi, tapi solusi agar defisit neraca minyak dan gas berkurang yakni satu diantaranya menambah kapasitas kilang,” pungkas Komaidi.

Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) diperkirakan bisa ikut “terbakar” jika harus ada impor bahan bakar minyak (BBM) imbas tragedi terbakarnya Kilang Balongan.

Pengamat komoditas Ariston Tjendra mengatakan, jika terpaksa mengambil opsi impor melalui PT Pertamina, maka berisiko terhadap neraca perdagangan Indonesia.

“Impor naik hubungannya ke nilai tukar rupiah, kalau impor naik membuat neraca perdagangan defisit, rupiah bisa melemah. Kalau tidak defisit, tidak berpengaruh ke pelemahan rupiah,” ujarnya melalui pesan singkat kepada Tribunnews, Senin (29/3/2021).

Kendati demikian, Kementerian Keuangan dinilainya tidak perlu repot-repot mengeluarkan anggaran tambahan jika Pertamina harus impor untuk menutup kebutuhan BBM akibat 400 ribu barel minyak di Kilang Balongan ludes terbakar.

“Impor BBM berpotensi naik kalau 400 ribu ludes, tapi tidak menguras anggaran negara karena ini urusan Pertamina,” kata Ariston.

Di sisi lain, dia menambahkan, terbakarnya kilang di Indonesia tidak membuat gejolak terhadap harga minyak dunia seperti hal sama terjadi di Arab Saudi beberapa hari lalu akibat kilangnya diterjang rudal.

“Penurunan harga minyak dunia saat ini akibat kekhawatiran berkurangnya permintaan akibat naiknya kembali angka Covid-19 yang memicu lockdown di beberapa negara. Tekanan ditambah dengan Terusan Suez yang kembali lancar, meningkatkan suplai minyak,” pungkasnya.

Kilang Pertamina di Balongan Terbakar, 400 Ribu Barel Minyak Ludes, Harus Impor BBM?

Ariston Tjendra menilai pemerintah terpaksa harus impor bahan bakar minyak (BBM) akibat Kilang Balongan terbakar, Senin (29/3/2021) dini hari.

Seperti diketahui, terbakarnya Kilang Balongan bikin PT Pertamina menyetop sementara produksi dan 400 ribu barel ludes dilalap api.

“Kalau 400 ribu barel ludes (seperti kata Pertamina), ya berarti ke depan ada kebutuhan tambahan minyak mentah atau BBM untuk menutupi yang ludes ini, bisa dari impor, bisa dari kilang lain,” ujarnya melalui pesan singkat kepada Tribunnews, Senin (29/3/2021).

Sensitivitas Harga dan Lifting Minyak dan Nilai Tukar Rupiah terhadap Penyusunan APBN

Harga minyak mentah (ICP), lifting minyak dan nilai tukar Rupiah berperan penting dalam postur APBN Indonesia. Ketiganya merupakan bagian dari asumsi makro penyusunan APBN.

Berdasarkan studi ReforMiner, sensitivitas harga minyak mentah (ICP), lifting minyak dan nilai tukar Rupiah terhadap penyusunan APBN adalah sebagai berikut:

Dampak Perubahan Asumsi (APBN 2020)

  1. Penurunan harga minyak (ICP) sebesar 1 USD/barel (nilai tukar Rupiah dan lifting minyak bumi diasumsikan tidak berubah) berpotensi menurunkan PNBP Minyak Bumi sekitar Rp 1,53 triliun dan PPh Minyak Bumi sekitar Rp 273,46 Milyar.
  2. Penurunan lifting minyak bumi sebesar 1.000 barel/hari (harga minyak dan nilai tukar Rupiah diasumsikan tidak berubah) berpotensi menurunkan penerimaan PNBP Minyak Bumi sekitar Rp 128,22 milyar dan PPh Minyak Bumi sekitar Rp 22,81 milyar.
  3. Pelemahan Rupiah sebesar Rp 100/USD (harga minyak dan lifting minyak bumi diasumsikan tidak berubah) berpotensi meningkatkan penerimaan PNBP Minyak Bumi sekitar Rp 672,27 milyar dan PPh Minyak Bumi sekitar Rp 119,63 milyar.
  4. Penurunan harga minyak sebesar 1 USD/barel (nilai tukar Rupiah, PPN, PBBKB, dan komponen harga BBM yang lain diasumsikan tetap) berpotensi menurunkan biaya penyediaan BBM sekitar Rp 100/liter.
  5. Pelemahan nilai tukar Rupiah sebesar Rp 100/USD (harga minyak, PPN, PBBKB, dan komponen harga BBM yang lain diasumsikan tetap) berpotensi meningkatkan biaya penyediaan BBM sekitar Rp 100/liter.

Berdasarkan studi ReforMiner tersebut, beberapa poin kesimpulan terkait sensitivitas harga dan lifting minyak, nilai tukar Rupiah terhadap penyusunan APBN adalah sebagai berikut:

  • Dibandingkan penurunan lifting migas, penurunan harga minyak dan pelemahan nilai tukar Rupiah berpotensi memberikan dampak negatif yang lebih besar terhadap postur APBN secara keseluruhan.
  • Meskipun dengan penurunan harga minyak belanja subsidi BBM berkurang, akan tetapi pendapatan negara dari penerimaan minyak bumi (PNBP dan PPh Minyak Bumi) berpotensi mengalami penurunan lebih besar.
  • Dalam konteks penghematan belanja subsidi BBM, relatif hanya dapat diperoleh dari subsidi minyak tanah yang mana kemungkinan tidak akan memberikan dampak signifikan terhadap berkurangnya belanja subsidi BBM di APBN. Hal tersebut dikarenakan: (1) subsidi BBM (Solar) yang volumenya relatif besar diberikan dengan mekanisme subsidi tetap untuk setiap liternya yang mana tidak dapat dikaitkan secara langsung dengan fluktuasi harga minyak mentah dan nilai tukar Rupiah. (2) volume minyak tanah yang besaran subsidinya terkait langsung fluktuasi harga minyak mentah dan nilai tukar Rupiah relatif kecil.
Pengaruh Sektor Migas terhadap Nilai Tukar Rupiah

Sudah sejak lama neraca perdagangan migas Indonesia khususnya neraca perdagangan minyak dalam kondisi defisit. Kondisi tersebut membuat sektor migas sering diatributkan sebagai penyebab melemahnya nilai tukar rupiah.

Temuan ReforMiner mengenai sensitivitas sektor migas terhadap nilai tukar rupiah adalah sebagai berikut:

  1. Studi ReforMiner menemukan sektor migas memiliki sensitivitas yang lebih besar terhadap nilai tukar rupiah dibandingkan dengan sektor yang lain.
  2. Peningkatan kebutuhan devisa impor migas memiliki kontribusi yang lebih besar terhadap pelemahan rupiah. Setiap peningkatan kebutuhan devisa impor migas sekitar 1 milyar USD akan memberikan kontribusi terhadap pelemahan rupiah sekitar Rp 455/USD. Sementara peningkatan kebutuhan devisa impor non migas dengan nilai yang sama hanya akan memberikan kontribusi terhadap pelemahan rupiah sekitar Rp 90/USD.
  3. Peningkatan devisa ekspor migas memiliki kontribusi yang lebih besar terhadap penguatan nilai tukar rupiah. Setiap peningkatan devisa ekspor migas sekitar 1 milyar USD berpotensi memberikan kontribusi terhadap penguatan rupiah sekitar Rp 467/USD. Sementara peningkatan perolehan devisa ekspor non migas dengan nilai yang sama berpotensi memberikan kontribusi terhadap penguatan rupiah sekitar Rp 302/USD.
  4. Studi ReforMiner menemukan investasi penanaman modal asing (PMA) juga memiliki sensitivitas yang cukup besar terhadap nilai tukar rupiah. Setiap kenaikan investasi PMA sebesar 1 milyar USD, berpotensi memberikan kontribusi terhadap penguatan nilai tukar rupiah sekitar Rp 350/USD. Kontribusi dari masuknya investasi PMA terhadap penguatan nilai tukar rupiah tercatat lebih besar dari kontribusi perolehan devisa ekspor non migas.
  5. Hasil kuantifikasi menunjukkan bahwa ekspor dan impor migas memiliki sensitivitas yang besar terhadap nilai tukar rupiah. Hubungan antara PMA dan nilai tukar rupiah semakin menegaskan bahwa sektor migas penting bagi perekonomian Indonesia. Dalam hal ini nilai investasi hulu migas sekitar 10 – 15 milyar USD untuk setiap tahunnya tidak hanya penting bagi penciptaan nilai tambah pada sektor ekonomi riil, memberikan kontribusi penting pada penerimaan APBN, tetapi juga berperan penting terhadap penguatan nilai tukar rupiah.
Jokowi Coret Abu Batu Bara dari Limbah B3, Tarif Listrik Harusnya Turun?

Kumparan, 23 Maret 2021

Belum lama ini, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencoret abu batu bara (fly ash bottom ash/FABA) Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dari daftar limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
Tujuan utama kebijakan ini agar limbah batu bara dari PLTU bisa dimanfaatkan menjadi semen, batako, paving block, dan produk konstruksi lainnya yang bersifat ekonomi.
Di samping itu, perubahan pengelolaan FABA PLTU juga menguntungkan PT PLN (Persero) dan produsen listrik swasta. Biaya Pokok Produksi (BPP) tenaga listrik bisa berkurang, sebab penghematannya mencapai Rp 2 triliun per tahun bagi PLTU berkapasitas besar.
Dengan berkurangnya BPP listrik akibat aturan ini, apakah tarif listrik juga turun?
Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa berpendapat, dengan perubahan klasifikasi FABA seharusnya biaya pengelolaan dan transportasi bisa diturunkan seperti yang disampaikan pengusaha yaitu Rp 2 triliun per tahun.
“Tapi jumlah ini sebenarnya tidak terlalu besar hingga berdampak pada pengurangan BPP. Penghematan biaya ini kalau buat PLN bisa sedikit mengurangi biaya perusahaan dan menambah margin saja,” kata dia kepada kumparan, Selasa (23/3).
Fabby mengatakan, meski ada penghematan yang bisa dikantongi produsen listrik, tapi dalam BPP, komponen biaya terbesar adalah biaya bahan bakar. Sementara biaya pengolahan FABA hanya mengambil porsi yang sangat kecil dari struktur biaya pembangkitan tenaga listrik.
Secara terpisah, Pengamat Energi dari Reforminer Institute Komaidi Notonegoro bisa saja pemerintah menurunkan tarif listrik pelanggan karena kebijakan ini. Namun, harus tetap memperhatikan nilai kewajaran bisnisnya.
“Untuk PLN opsinya ada dua: dapat dengan menurunkan tarif listrik pelanggan atau pemerintah mengurangi alokasi subsidinya. Namun untuk IPP (produsen swasta) tentu harus ada penyesuaian tarifnya. Penurunan tentu harus tetap memperhatikan nilai kewajaran bisnisnya,” ucapnya kepada kumparan.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM Rida Mulyana mengakui, dengan dicoretnya limbah batu bara PLTU dari limbah B3 bakal mengurangi beban biaya pengelolaan dan pengangkutan produsen listrik.
Dengan begitu, biaya pokok produksi (BPP) listrik pun berkurang. Namun, hal itu tidak serta-merta menurunkan tarif tenaga listrik di tingkat konsumen.
“Dengan sendirinya biaya (BPP) menjadi berkurang dengan dikeluarkannya FABA dari limbah B3. Artinya secara overall operating maintenance akan turun. Tapi kalo dampak ke tarif listrik kayaknya terlalu jauh,” kata Rida dalam konferensi pers dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Senin (15/3).
Rida menyebut penurunan BPP listrik akan cukup signifikan karena aturan baru Jokowi ini, tapi dia tidak menyebutkan secara rinci. Tapi, dia tidak bisa menjamin hal itu bisa menurunkan tarif tenaga listrik PLN ke konsumen.
Dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 9 Tahun 2020 tentang Efisiensi Penyediaan Tenaga Listrik PT PLN (Persero), beberapa indikator BPP tenaga listrik yang paling besar adalah biaya pembangkitan dan bahan bakar. Lalu, biaya jaringan tenaga listrik, dan biaya operasi lainnya.
BPP listrik juga dipengaruhi nilai tukar rupiah, harga minyak mentah dunia, dan susut jaringan (losses).
Berdasarkan catatan Rida, BPP listrik sepanjang 2020 mengalami penurunan hingga Rp 41,91 triliun menjadi Rp 317 triliun dari perkiraan awal Rp 359 triliun. Turunnya BPP karena ada penghematan biaya bahan bakar sebesar Rp 37,51 triliun menjadi Rp 109,16 triliun.
Harga Minyak Dunia Naik, Pertanda Ekonomi kembali Bergerak?

CNN Indonesia, 8 Maret 2021

JAKATA— Harga bahan bakar minyak (BBM) diprediksi akan naik dalam beberapa waktu mendatang. Pergerakan ini seiring kondisi perekonomian yang mulai pulih serta kenaikan harga minyak mentah dunia. Harga minyak dunia bahkan kembali menyentuh level tertingginya dalam 13 bulan terakhir. Penguatan harga minyak, sejalan dengan masifnya vaksin Covid-19 yang diyakini akan menghidupkan kembali permintaan BBM di tengah pemangkasan produksi.

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro mengungkapkan selain kenaikan harga minyak mentah dunia, ekspektasi pemulihan ekonomi khususnya dari sektor padat BBM turut mendorong kenaikan harga BBM. Selain kenaikan harga minyak mentah dunia yang terjadi, faktor pendorong juga berasal dari ekspektasi pemulihan ekonomi khususnya dari sektor padat BBM.

Perbedaan situasi pada tahun lalu ketika dampak pandemi Covid-19 memukul harga minyak mentah. Saat itu, penurunan harga BBM justru tidak terjadi. Komaidi menilai penurunan harga BBM oleh pemerintah diduga tidak dilakukan mengingat dampak ke masyarakat yang juga minim.

Selain turunnya daya beli, mobilitas warga yang terbatas juga dianggap jadi alasan harga BBM tak mengalami penyesuaian. Komaidi menganggap pemerintah juga mempertimbangkan apabila harga BBM turun dapat memberi tekanan pada pelaku usaha karena apabila permintaan turun, harga juga turun sehingga keuntungan akan semakin kecil, bahkan merugi.

Komaidi mengungkapkan potensi kenaikan harga BBM di tahun ini mungkin saja terjadi karena pergerakan harga minyak yang tengah terjadi dan kondisi perekonomian yang berangsur pulih.  Kendati demikian, Komaidi mengingatkan agar pemerintah mampu menerapkan win-win solution bagi pelaku usaha dan masyarakat. (Sumber: CNN Indonesia, Kontan)

Menyoal Investasi Hulu Migas Indonesia yang Kalah dari Malaysia

Katadat.co.id; 05 Maret 2021

Investasi hulu migas Malaysia dinilai lebih menarik ketimbang Indonesia. Salah satu penyebabnya, kualitas data dan informasi yang matang.

  • Petronas berhasil mendatangkan 250 perusahaan internasional mengikuti lelang blok migas.
  • Iklim investasi hulu migas Indonesia dinilai tidak menarik ketimbang Malaysia.
  • Investasi migas di dunia sudah mulai marak pasca anjloknya minyak mentah sepanjang tahun lalu.

Di tengah lesunya industri hulu minyak dan gas bumi (migas) Indonesia, kondisi sebaliknya justru terjadi di Malaysia. Pada lelang akhir Februari lalu, sebanyak 250 perusahaan global mampu didatangkan Negeri Jiran untuk memperebutkan blok eksplorasi.

Pendiri ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto mengatakan, ada berbagai kemungkinan yang menyebabkan hal itu. Pertama, kualitas bloknya lebih baik dan prospektif. Blok migasnya bukan daur ulang alias pernah ditawarkan sebelumnya tapi tidak laku.

Kedua, kualitas data dan informasi yang matang. Para investor memiliki gambaran jelas tentang prospek blok migas tersebut. “Data yang lebih bagus juga memberikan banyak informasi dan membuka ruang untuk studi lebih lanjut,” ujarnya kepada Katadata.co.id, Jumat (5/3).

Ketiga, parameter dan kriteria lelangnya lebih menarik. Misalnya, kebijakan fiskal yang ikut dilelangkan. Hal ini akan membuat aturan main dan hukumnya lebih jelas. “Mungkin Malaysia dipandang jauh lebih pasti daripada kita,” kata Pri.

Soal kepastian hukum memang sulit terwujud saat ini. Investor masih menanti revisi Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi atau UU Migas. Sampai sekarang belum jelas kapan selesainya.

Ada pula undang-undang saput jagat, yaitu Omnibus Law Cipta Kerja, yang sayangnya tidak mengatur spesifik sektor migas. “Otomatis kondisi ini mempengaruhi persepsi dan minat investasi mereka,” ujarnya.

Sebagai informasi, Petroliam Nasional Berhad (Petronas) meluncurkan Malaysia Bid Round (MBR) 2021 yang diselenggarakan secara virtual pada 26 Februari lalu. Penawaran lelang blok migas potensial ini disiarkan langsung dari Amerika Utara, Inggris, Eropa serta Asia-Pasifik.

Dari 13 blok yang ditawarkan tersebut, tiga terletak di cekungan Malay (PM340, PM327 dan PM342), empat di cekungan Sabah (SB409, SB412,2W dan X) dan enam sisanya terletak di cekungan Sarawak (ND3A, SK4E), SK328, SK427, SK439 dan SK440).

MBR merupakan acara lelang blok migas tahunan Malaysia yang diselenggarakan oleh Petronas. Perusahaan menawarkan blok eksplorasi dan yang belum berkembang, sumber daya yang telah ditemukan, aset berusia lanjut hingga peluang studi teknis.

Pada tahun ini fokus lelang adalah blok eksplorasi. Senior Vice-President of Malaysia Petroleum Management Mohamed Firouz Asnan mengatakan, Petronas perlu melanjutkan kegiatan eksplorasi untuk memanfaatkan peluang besar transisi energi.

Ia optimistis investor dapat menemukan cadangan migas di Malaysia. “Kami berharap untuk melihat investor baru tahun ini. Termasuk pemain yang sudah ada untuk mengembangkan portofolionya di sini,” ujarnya dikutip dari The Star Malaysia.

Momentum Menaikkan Investasi Hulu Migas

Vice President Commercial and Business Development ConocoPhillips Taufik Ahmad mengatakan proses lelang blok migas di Malaysia bisa menjadi sinyal positif untuk yang lain. Harapannya, iklim investasi hulu migas secara global ikut terangkat, termasuk Indonesia.

Walaupun transisi ke energi baru terbarukan telah berjalan, peranan industri hulu migas masih cukup penting. Dengan berjalannya program vaksinasi Covid-19, kegiatan ekonomi dan kebutuhan energi akan pulih. “Kondisi ini bakal mendorong investasi hulu migas,” kata Taufik.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Minyak dan Gas (Aspermigas) Moshe Rizal berpendapat investasi migas di dunia sudah mulai marak pasca anjloknya minyak mentah sepanjang tahun lalu. Namun, Indonesia harus bersaing dengan negara lain. “Investor akan selalu mendiversifikasikan portofolionya tapi investasi jangka panjang yang dicari,” ujarnya.

Kenaikan harga minyak mentah dunia hingga ke menembus US$ 60 per barel pada bulan lalu akan menjadi momentum kenaikan iklim investasi industri ini. “Migas akan terus dieksplorasi dan diproduksi, energi terbarukan adalah pelengkap,” ujar praktisi hulu migas Tumbur Parlindungan.

Sebelumnya, lembaga kajian yang berbasis di Amerika, Fraser Institut, pada 2018 lalu mengelompokkan Indonesia ke dalam 10 negara yang memiliki iklim investasi migas terburuk. Yang berada di posisi atas adalah Amerika Serikat, Rusia, Kanada, Mesir, dan Mozambik.

Survei itu melibatkan 256 responden di 80 negara. Kesepuluh negara yang tidak menarik untuk investasi tersebut adalah Venezuela, Yaman, Tasmania, Victoria, Libya, Iraq, Ekuador, New South Wales, Bolivia, dan Indonesia.

Lelang Wilayah Kerja Migas

RI Sebagai informasi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada tahun ini berencana melelang 10 wilayah kerja (WK) migas. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Tutuka Ariadji  sebelumnya mengatakan pemerintah akan memberikan fleksibilitas pada lelang kali ini.

Investor nantinya dapat memilih jenis kontrak untuk mengembangkan wilayah kerja migasnya. “Yang sebelumnya hanya gross split, bisa menjadi cost recovery, dan bentuk lainnya,” kata Tutuka. Langkah ini bertujuan untuk mendongkrak investasi di sektor tersebut.

Saat disingung kembali mengenai persiapan lelang dan upaya menggaet investor, Tutuka meminta untuk menanyakan hal tersebut ke Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Mustafid Gunawan. “Kontak Pak Mustafid ya. Saya sedang sibuk sekali,” ujarnya kepada Katadata.co.id.

Namun, Mustafid belum memberikan respon saat ditanya perihal progres lelang blok migas. Kesepuluh blok migas yang rencananya akan ditawarkan tersebut terdiri dari lima wilayah kerja migas reguler dan lima wilayah kerja hasil studi bersama.

Secara total, potensi sumber daya dari 10 wilayah kerja itu mencapai 3,4 miliar barel minyak dan lima triliun kaki kubik gas. Untuk penawaran secara reguler terdiri dari:

1. WK Merangin III yang berlokasi di Sumatera Selatan dan Jambi (di darat atau onshore).

2. WK Sekayu yang berlokasi di Sumatera Selatan (onshore).

3. WK North Kangean berlokasi di Jawa Timur (di laut atau offshore).

4. WK Cendrawasih berlokasi di Papua (offshore).

5. WK Mamberamo berlokasi di Papua (onshore dan offshore).

Berikutnya, untuk wilayah kerja yang ditawarkan secara langsung terdiri dari: Berikutnya, untuk wilayah kerja yang ditawarkan secara langsung terdiri dari:

1. WK West Palmerah yang berlokasi di Sumatera Selatan dan Jambi (onshore).

2. WK Rangkas yang berlokasi di Jawa Barat dan Banten (onshore)

3. WK Liman berlokasi di Jawa Timur (onshore).

4. WK Bose berlokasi di NTT (onshore dan offshore)

5. WK Maratua II yang berlokasi di Kalimantan Utara (onshore dan offshore).