Kilang Saudi Aramco dan Manajemen Pengadaan LPG Indonesia
Komaidi Notonegoro
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute
Email: komaidinotonegoro@gmail.com

Harga Minyak Dunia Naik, Berdampaknya Ke APBN 2020

Bisnisnews.id, 22 September 2019

Kenaikan drastis harga minyak  dunia  sebagai respon awal atas serangan dron  di kilang Aramco Arab Saudi, perlu diwaspadai bersama, termasuk Pemerintah dam DPR dalam menyusun RPPBN tahun 2020 mendatang. Bukan tidak mungkin,  kondisi tersebut akan berlanjut sehingga harga minyak bisa terus merangkak naik.

“(Kondisi) ini akan berdampak ke APBN. Jadi, ekstra harus hati-hati membuat asumsi makro ekonomi, termasuk di dalam kebijakan subsidi, ”  kata Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif Reforminer Institute, di Jakarta.

Dia mengatakan kondisi harga minyak saat ini menjadi peringatan bagi pemerintah sekaligus harus mewaspadai dalam penyusunan asumsi harga minyak untuk Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2020.

Mengutip data Reuters, kenaikan harga minyak dunia juga terjadi lantaran tensi politik di Timur Tengah yang semakin memanas. Tercatat, harga minyak mentah berjangka Brent menguat 1,3 persen menjadi US$64,4 per barel, sedangkan minyak mentah berjangka AS West Texas Intermediate (WTI) hampir stagnan di level US$58,13 per barel.

Diketahui, serangan pesawat tanpa awak (drone) telah memangkas separuh dari produksi minyak mentah Arab Saudi sekaligus membatasi kapasitas cadangan negara tersebut. Sementara itu, ketegangan politik di Timur Tengah meningkat ketika Amerika Serikat (AS) dan Arab Saudi menuduh Iran sebagai pihak yang berada di balik serangan itu.

Sementara,  menurut Komaidi, terkait fluktuasi harga minyak dunia ini maka PT Pertamina (Persero) menjadi pihak yang paling bisa dirugikan jika kondisi harga minyak dunia sekarang tidak diantisipasi dengan baik oleh pemerintah.

“Pasalnya, perusahaan migas pelat merah sebagai badan usaha penugasan untuk pendistribusian BBM jenis khusus penugasan atau solar. Jika asumsi tidak tepat maka subsidi bisa membengkak,” jelas Komaidi lagi.

“Kalau subisidi fix seperti sebelumnya per liter,  berapa Pertamina yang akan terkena. Pasti cukup berat, karena selisihnya harusnya ditanggung konsumen tapi kan Pemerintah tidak ingin nama baiknya hilang, pasti akan menahan harga. Bebannya ke lebih banyak dirasakan oleh Pertamina,” tandas Komaidi.(helmi)

Begini Dampak Serangan Drone di Arab ke Sektor Migas RI

CNBC Indonesia, 17 September 2019.

 

Jakarta, CNBC Indonesia – Sekitar 10 drone menyerang salah satu ladang minyak terbesar Arab Saudi di Hijra Khurais dan fasilitas pemrosesan minyak mentah di dunia di Abqaiq. Serangan dilakukan Sabtu pagi sekitar pukul 04.00 waktu setempat.

Akibatnya, ekspor dari perusahaan minyak raksasa terbesar di dunia ini pun terganggu. Termasuk ekspor ke Indonesia.

Plt Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Djoko Siswanto mengatakan Indonesia mengimpor setidaknya 110 ribu barel per hari dari sana.

Namun, menurut pengamat energi Pri Agung Rakhmanto dampak serangan drone tersebut tentu di jangka pendek, harga minyak naik 10-15% secara langsung.

“ICP juga otomatis ikut terkerek naik. Perlu dipantau kejadian dan respon lanjutannya apa dari negara-negara produsen dan konsumen minyak utama dunia seperti AS, China, Timur Tengah,” kata Pri saat dihubungi CNBC Indonesia, Selasa (17/9/2019).

Lebih lanjut, ia mengatakan, jika dilihat secara ekonomi, peluang harga untuk terus naik sesungguhnya kecil karena kondisi ketidakpastian ekonomi global yang juga cenderung melambat. Artinya, apabilai kemudian serangan drone ini berhenti, harga tidak akan naik terus, akan kembali lagi ke level US$ 55-60 per barel saja.

“Tapi, itu semua tergantung respon. Kalau kejadian ini direspon atau berlanjut dengan ketegangan geopolitik, baru harga akan naik lagi, bisa menembus US$ 70 per barel. Jadi ini tergantung bagaimana nanti Opec merespon, AS bereaksi, Iran & Saudi bereaksi dan seterusnya,” jelas Pri.

“Sehingga, dalam hubungan dengan Indonesia, menurut saya belum akan ada perubahan atau impak yang signifikan,” pungkasnya.

Adapun, ditemui di kesempatan terpisah, Djoko Siswanto mengakui, pada hari ini harga minyak mengalami kenaikan ke level US$ 67,83 per barel, dari posisi kemarin, di US$ 67,10.

“Iya naik, tapi tidak sampai satu dolar kan,” kata Djoko di Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (17/9/2019).

Menurut Djoko, kenaikan harga minyak dunia tersebut masih dalam kondisi aman terhadap pembentukan harga BBM. Pasalnya, harga minyak Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) masih di bawah harga Brent. Sehingga, menurutnya masih ekonomis.

Lebih lanjut, dia menjelaskan untuk perkiraan ICP pada Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2020 dipatok sebesar US$ 63 per barel, besaran ICP tersebut disepakati mendekati level harga minyak mentah brent saat ini.

“Nah ini kan kira-kira kalau ICP-nya kan berarti kurang lima, US$ 67 kurang US$ 5, jadi US$ 62,83, nah kemarin kita kan patoknya US$ 63 untuk 2020, jadi masih oke kok,” pungkas Djoko.

Insentif Pajak Migas Ala Sri Mulyani Belum Cukup, Kenapa?

CNBC Indonesia; Selasa, 03 September 2019 13:01

Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah baru saja memberikan insentif kepada para perusahaan migas atau Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) untuk kembali menggeliatkan iklim investasi di sektor tersebut.

Insentif tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 122/PMK.03/2019 yang diundangkan pada 27 Agustus 2019. Dalam rilis tertulis Direktorat Jenderal Pajak disebut aturan ini mengatur soal fasilitas pajak berupa dua hal, yakni;

– Tidak dipungutnya pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah (PPN/PPnBM)

– Pengurangan pajak bumi dan bangunan (PBB) atas kegiatan usaha hulu migas pada tahap eksplorasi dan eksploitasi

Pengamat Migas dari Universitas Trisakti Pri Agung Rakhmanto mengungkapkan, penerbitan PMK itu dibutuhkan sebagai implementasi PP 27/2017. Namun, ia menilai, adanya beleid tersebut hanya akan sedikit membantu KKKS dalam menggarap proyek migas dari sisi fiskal, dan tidak akan serta merta memperbaiki iklim investasi migas nasional.

Sebab, menurut Pri Agung, masih ada faktor lain yang juga menjadi perhatian investor. Salah satunya birokrasi dan kepastian/konsistensi dari penerapan aturan yang sudah diterbitkan itu.

“Selain itu, kompetisi dengan negara-negara lain juga menentukan, apakah dengan hal-hal yang sudah dilakukan tersebut kita cukup kompetitif dengan negara-negara lain atau tidak,” ujar Pri Agung saat dihubungi, Selasa (3/9/2019).

Semua itu, menurut dia, tak lepas dari fakta bahwa pemberlakuan PMK tersebut hanya mengembalikan sebagian prinsip ‘assume and discharge’ yang dulu berlaku dalam kontrak PSC. Pasalnya, sebelum Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas, diberlakukan sistem assume and discharge dalam hal pajak dan memang membebaskan kontraktor dari pengenaan pajak-pajak seperti yang sebagian kembali dibebaskan dalam PMK ini.

“Hanya, di tingkat implementasinya, dalam hal mekanisme dan birokrasinya, antara sekarang dengan dulu tidak sama,” tutur Pri.

Adapun, berdasarkan data Kementerian ESDM, realisasi investasi untuk eksplorasi migas belum naik signifikan. Pada 2013, realisasi investasi untuk eksplorasi migas tercatat pernah mencapai US$ 3,05 miliar.

Setelahnya, realisasi investasi ini terus turun menjadi US$ 2,6 miliar pada 2014, US$ 970 juta pada 2015, US$ 916 juta pada 2016, dan menyentuh titik terendah US$ 567,55 pada 2017. Di 2018, realisasi investasi untuk eksplorasi migas baru mulai naik menjadi US$ 786,18 juta.

Sejalan, cadangan migas nasional terus turun. Masih berdasarkan data Kementerian ESDM, cadangan minyak nasional pada 2013 tercatat sebesar 7.549,8 miliar barel. Selanjutnya besaran cadangan minyak ini turun menjadi 7.375,2 miliar barel pada 2014, 7.305 miliar barel pada 2015, dan menjadi 7.251,1 miliar barel pada 2016. Cadangan minyak kembali naik pada 2017 menjadi 7.534,9 miliar pada 2017, kemudian turun lagi menjadi 7.512,22 miliar di tahun lalu.

Berikutnya, cadangan gas nasional tercatat sebesar 150,4 triliun kaki kubik pada 2013. Kemudian turun menjadi 149,1 triliun kaki kubik pada 2015 dan kembali naik menjadi 151,3 triliun pada 2015. Setelahnya, cadangan gas terus turun menjadi 144 triliun kaki kubik pada 2016, 143 triliun kaki kubik pada 2017, dan menjadi 135,55 triliun kaki kubik pada tahun lalu.

Sebelumnya, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) akan mendorong para KKKS untuk lebih aktif melaksanakan kegiatan eksplorasi.

Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto berharap, dengan diterbitkannya PMK itu, kegiatan eksplorasi migas di Indonesia semakin bergairah. Apalagi, KKKS telah memiliki komitmen pasti yang dijanjikan ketika menandatangani PSC.

“Kebijakan pemerintah mengenai perpajakan ini mendorong itu (eksplorasi), sehingga kami harapkan eksplorasi akan lebih bergairah,” kata dia di Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (3/9/2019).

Berdasarkan data SKK Migas, pada paruh pertama 2018, terdapat 100 blok migas yang masih tahap eksplorasi dari total 210 blok migas. Namun, sampai akhir semester I-2019 ini, jumlah blok migas eksplorasi ini hanya berkurang tipis, yakni menjadi 90 blok eksplorasi. Di sisi lain, terdapat 20 blok migas yang berada pada tahap terminasi.

Subsidi Energi Diprediksi Terpakai Rp130 Trilun

www.sindonews.com; Senin, 2 September 2019 – 14:06 WIB

JAKARTA – Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memprediksi dana subsidi energi yang tersalurkan hingga akhir tahun bisa mencapai Rp120 triliun sampai Rp130 triliun. Jumlah itu lebih efisien dari target subsidi energi tahun ini sebesar Rp160 triliun.

Menteri ESDM Ignasius Jonan mengatakan, pemerintah terus berkomitmen agar subsidi energi semakin efisien dan mengerucutkannya menjadi lebih tepat sasaran. ”Tapi, saya kira nggakakan sampai (target Rp160 triliun). Paling di angka Rp120 triliun sampai Rp130 triliun. Karena harga komoditas energi banyak yang turun juga. Hingga semester I tahun ini angkanya sebesar Rp59,4 triliun,” kata Jonan dalam siaran persnya, Sabtu (31/8).

Jonan memaparkan, sudah Rp1.200 triliun dana di APBN digunakan untuk subsidi energi selama periode 2011–2014. Meski demikian, alokasinya dibuat semakin tepat sasaran dalam empat tahun terakhir agar tersedia alokasi pembiayaan untuk sektor produktif lainnya.

”Subsidi yang selalu orang ramai bicara ini. Dibandingkan periode sebelumnya, sekarang empat tahun terakhir (2015–2018) subsidi sektor energi dipangkas menjadi hanya Rp477 triliun. Ini kurang lebih hanya sepertiga dari sebelumnya. Agar lebih tepat sasaran,” katanya. Menurut Jonan, ketimbang menghabiskan anggaran untuk subsidi energi yang tidak tepat sasaran, pemerintah lebih memilih memangkas subsidi energi untuk dialihkan ke belanja lebih produktif dan prorakyat.

Demikian halnya pemanfaatan anggaran Kementerian ESDM yang tahun ini dialokasikan sebesar Rp4,9 triliun juga mayoritas untuk infrastruktur dan program prorakyat. ”Tahun ini anggaran Kementerian ESDM 48% dikembalikan kepada masyarakat untuk bangun pembangkit tenaga surya, jaringan gas, dan lainnya,” ungkap Jonan. Salah satu contoh program prorakyat yang kontribusinya nyata dan dirasakan langsung oleh rakyat adalah program pembagian konverter kit LPG untuk nelayan kecil.

Dengan menggunakan bahan bakar LPG, biaya operasional yang harus dikeluarkan nelayan untuk melaut jadi semakin murah. Tidak hanya itu, dana subsidi juga dialokasikan untuk belanja produktif, seperti pembangunan jaringan gas kota, pembagian lampu surya gratis untuk rumah belum berlistrik, penerangan jalan umum, hingga pengeboran sumur bor air tanah.

”Ini yang dimaksud dengan kedaulatan energi itu supaya banyak saudara kita makin mampu beli, makin terjangkau. Kita juga akan paksa dengan segala peraturan agar sektor ini menjadi lebih kompetitif,” katanya. Jonan menambahkan, pemberian energi yang terjangkau merupakan salah satu bukti nyata pemerintah terus mendorong kedaulatan energi di dalam negeri.

”Paling penting dari kedaulatan energi itu ada dua, yakni ketersediaan energi itu sendiri dan keterjangkauan dari segi harga,” ucapnya Jonan menyebut, pemerintah juga akan menjaga hubungan baik dengan beberapa negara sahabat. Pasalnya, di era global ini hampir semua negara saling berkaitan satu sama lain. ”Semua negara itu saling ketergantungannya (di sektor energi) besar. Kedaulatan energi itu yang terpenting adalah membuat daya saing bangsa ini menjadi lebih baik,” katanya.

Terpisah, Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengatakan pemerintah perlu waspada atas kecenderungan harga minyak yang terus meningkat bila dibandingkan dengan awal mula kepemimpinan Presiden Joko Widodo pada 2014.

Kecenderungan tersebut tentu akan memengaruhi kenaikan subsidi energi, khususnya BBM bersubsidi. Apalagi terjadi ledakan konsumsi solar subsidi ataupun BBM penugasan jenis premium. Berdasarkan hasil verifikasi BPH Migas, realisasi volume BBM bersubsidi jenis solar sepanjang tahun ini berpotensi melebihi kuota sebesar 1,4 juta kiloliter (kl) atau 9,6% dari kuota yang telah ditetapkan APBN 2019 sebesar 14,5 juta kl.

“Perlu disiapkan payung hukum yang memungkinkan pemerintah dan DPR mengatur subsidi BBM dengan lebih baik. Perlu ada perubahan strategi subsidi dari pemerintah,” kata dia.

Insentif Siap Berlaku, SKK Migas Ingatkan Kontraktor Cepat Eksplorasi

KATADATA; Senin, 2 September 2019, 20.57 WIB

SKK Migas bakal mengambil kembali Blok Migas yang tidak juga dieksplorasi kontraktor.

Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mendorong kontraktor untuk lebih proaktif dalam melakukan eksplorasi maupun eksploitasi hulu migas. Hal tersebut menyusul diterbitkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang memberikan insentif perpajakan untuk eksplorasi maupun eksploitasi.

PMK yang dimaksud adalah PMK No 122/PMK.03/2019. Insentif yang diatur dalam PMK tersebut berupa tidak dipungutnya pajak pertambahan nilai (PPN) atau pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM), serta pengurangan pajak bumi dan bangunan (PBB). Insentif ini bisa diperoleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) Migas yang tengah melakukan eksplorasi maupun eksploitasi, dengan beberapa ketentuan.

Secara khusus, Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mendorong KKKS yang tengah dalam tahap eksplorasi untuk mempercepat pergerakannya, seiring sudah adanya insentif. Bagi kontraktor yang tidak kunjung melakukan eksplorasi, pemerintah akan menarik kembali wilayah kerja yang telah diberikan. “Kami harus tarik blok-blok migas eksplorasi kalau tidak ada kegiatan,” kata dia di Jakarta, Senin (2/9).

Di sisi lain, Pendiri ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto menilai insentif perpajakan tersebut memang sedikit membantu KKKS dari segi kewajiban fiskal. Namun, belum tentu akan menggairahkan investasi hulu migas di Indonesia sebagaimana harapan pemerintah. Sebab, ada beberapa faktor lain yang menjadi perhatian investor.

“Salah satunya birokrasi dan kepastian/konsistensi dari penerapan aturan yang sudah diterbitkan itu,” ujar Pri Agung kepada Katadata.co.id, Senin (2/9). Investor juga membandingkan plus minus investasi di berbagai negara.

Ia menambahkan, insentif pajak ini yang baru ini juga hanya mengembalikan sebagian prinsip assume and discharge yang dulu berlaku dalam kontrak bagi hasil. Sebelum Undang-Undang Migas Nomor 22 Tahun 2001, berlaku sistem assume and discharge, yang memang membebaskan kontraktor dari pajak.

Tantangan Kegiatan Usaha Hulu Migas

Watyutink.com; 3 Septermber 2019

Penulis: Komaidi Notonegero  (Direktur Eksekutif ReforMiner Institute)

Kemudahan izin usaha tercatat menjadi masalah utama sebagian besar kegiatan usaha di Indonesia, termasuk kegiatan usaha hulu migas. Salah satu indikasinya survei kemudahan berusaha (ease of doing business) masih menempatkan peringkat Indonesia jauh di bawah negara tentangga seperti Malaysia. Masalah perizian diantaranya menjadi kendala dalam merealisasikan komitmen eksplorasi dalam kegiatan usaha hulu migas. Pada tahun 2015 yang lalu terdapat 41 kegiatan pengeboran yang terhambat akibat perizinan.Berdasarkan pantauan, pemerintah telah melakukan beberapa upaya untuk menyelesaikan masalah perizinan. Melalui Permen ESDM No.29/2017, Kementerian ESDM menyederhanakan jumlah perizinan usaha migas dari sebelumnya sekitar 104 perizinan menjadi tinggal 6 perizinan.

Dengan jumlah tersebut, saat ini hanya terdapat 2 izin usaha hulu migas dan 4 izin usaha hilir migas yang perlu diselesaikan di lingkungan Kementerian ESDM.Meski izin usaha hulu migas di lingkungan Kementerian ESDM telah disederhanakan, pantauan yang dilakukan menemukan masih terdapat keluhan mengenai masalah kompleksitas perizinan usaha oleh pelaku industri hulu migas. Penyederhanaan perizinan yang dilakukan Kementerian ESDM juga dapat dikatakan relatif belum secara signifikan tereflekiskan dalam peningkatan kegiatan usaha dan investasi hulu migas.

Belum menyeluruhBanyaknya instansi yang terkait dengan kegiatan usaha hulu migas menyebabkan upaya penyederhanaan perizinan yang dilakukan oleh Kementerian ESDM relatif belum memberikan dampak yang signifikan. Berdasarkan data, sebelum tahun 2015 jumlah perizinan usaha migas di lingkungan Kementerian ESDM sekitar 104. Melalui Permen ESDM No.23/2015 Kementerian ESDM melimpahkan 42 perizinan ke PTSP-BKPM.

Selanjutnya pada 2017 melalui Permen ESDM No.29/2017, Kementerian ESDM menyederhanakan perizinan usaha migas menjadi tinggal 6 izin usaha.Data dan informasi menunjukkan selain harus menyelesaikan perizinan di Kementerian ESDM, kontraktor hulu migas juga harus menyelesaikan perizinan pada Kementerian Keuangan, Kementerian LHK, Kementerian Perhubungan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Kementerian Pertahanan, Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian PUPR, Kementerian Kelautan dan Perikanan, TNI Angkatan Laut, Kepolisian, Badan Pertanahan Nasional, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, Badan Pengawas Tenaga Nuklir, dan lambaga swasta sebagai pemegang izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu (IUPHK).

Tanpa mengurangi apresiasi terhadap upaya Kementerian ESDM, saya menilai penyederhanaan perizinan usaha hulu migas yang telah dilakukan masih parsial dan belum banyak menyentuh akar permasalahan yang ada. Permen ESDM No.29/2017 memang menetapkan perizinan hulu migas hanya ada 2 yaitu izin survei dan izin pemanfaatan data migas, akan tetapi jika ditinjau lebih lanjut izin tersebut hanya untuk pra-kegiatan eksplorasi.Meski telah disederhanakan di Kementerian ESDM, ketika memulai masa eksplorasi dan eksploitasi kontraktor hulu migas masih harus berurusan dengan sekitar 373 perizinan yang tersebar pada sekitar 18 kementerian dan lembaga tersebut.

Perizinan yang harus diselesaikan meliputi izin-izin, dispensasi, rekomendasi, persetujuan, pertimbangan teknis, sertifikasi, dan sejenisnya. Jumlah perizinan yang harus diselesaikan terbagi dalam empat fase. Pada fase survei dan eksplorasi 117 perizinan, pengembangan dan konstruksi 137 perizinan, produksi 109 perizinan, dan pascaoperasi 10 perizinan.