Subsidi BBM Belum Terpengaruh

(TEROPONGSENAYAN; Rabu, 18 Maret 2015)

JAKARTA – Meski rupiah bergejolak, namun subsidi BBM diprediksi tidak akan terganggu dalam APBN 2015. Hal ini lantaran subsidi BBM sudah dikurangi oleh pemerintah.

“Dengan situasi harga minyak yang relatif stabil ini, maka subsdi BBM tidak terpengaruh.

Kontraktor Asing Lebih Suka Pakai ‘Lex Spesialis’

(Pikiran Rakyat;17 Maret, 2015)

JAKARTA, (PRLM).- Revisi UU No 22 tahun 2001 tetang Migas akan dilakukan pada masa sidang ini yang akan mulai 23 Maret dan itu sudah masuk Prolegnas 2015. Revisi itu diharapkan terjadi kedaulatan Migas untuk negara yang selama ini dinilai lebih berpihak kepada asing dan atau investor

Surplus Bukan Faktor Fundamental

(Kompas; Senin, 17 Maret 2015)

Transaksi migas surplus untuk pertama kali pada Februari 2015 sebesar 170 juta dollar AS setelah bertahun-tahun defisit. Namun, surplus ini sebatas dampak jadwal impor, bukan membaiknya fundamental pengelolaan migas.

Transaksi migas surplus terkait jadwal impor dan stok.

Analisis Trend Pergerakan Harga Minyak Dunia

Sejumlah lembaga internasional memproyeksikan pertumbuhan ekonomi dunia untuk beberapa tahun ke depan akan relatif stabil. Pertumbuhan ekonomi dunia periode 2015-2018 diproyeksikan akan berada pada kisaran 3,8 % – 3,9 %. Pertumbuhan ekonomi di sejumlah wilayah juga diproyeksikan stabil. Pertumbuhan ekonomi OECD Amerika periode yang sama diproyeksikan sekitar 3 %. Pertumbuhan OECD Eropa sekitar 1,2 % – 1,8 %. Pertumbuhan OECD Asia Oseania sekitar 1,8 %. Negara-negara berkembang diproyeksikan tumbuh antara 5,7 % – 5,8 %. Sedangkan wilayah Eurasia diproyeksikan tumbuh sekitar 3,2 % – 3,4 %.

Mengacu proyeksi pertumbuhan ekonomi tersebut, permintaan minyak dunia pada beberapa tahun mendatang juga diproyeksikan stabil. Permintaan minyak dunia periode 2015 – 2018 diproyeksikan berada pada kisaran 92,5 – 94,4 juta barel per hari. Konsumsi minyak dunia diproyeksikan terdistribusi untuk negara OECD sekitar 44 – 45 juta barel per hari, negara berkembang sekitar 42 – 44 juta barel per hari, dan negara di wilayah Eurasia sekitar 5,3 – 5,4 juta barel per hari. Sampai dengan tahun 2018 permintaan minyak dunia diproyeksikan tumbuh stabil pada kisaran 2 % atau sekitar 1,2 juta barel per hari.

ReforMiner memproyeksikan Amerika dan China masih akan menjadi kekuatan utama yang menentukan pergerakan harga minyak. Dari besaran PDB, Amerika masih menjadi kekuatan utama ekonomi dunia. Data menunjukkan porsi PDB Amerika mencapai sekitar 25 – 30 % terhadap total PDB dunia. Kinerja neraca pembayaran Amerika serikat mengalami perbaikan. Pada 2005-2008 defisit neraca pembayaran Amerika sekitar 4 – 6 % dari PDB. Sedangkan pada 2009-2014 defisit neraca pembayaran Amerika menurun menjadi kisaran 2,3 – 2,9 % dari PDB. Kinerja neraca pembayaran Amerika tersebut berpotensi meningkatkan penguatan nilai tukar USD terhadap mata uang yang lain. Penguatan juga terkait dengan The Federal Reserve yang memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Amerika 2015 berada pada kisaran 2,6 – 3 %. Angka pengangguran di Amerika pada 2015 diproyeksikan turun menjadi sebesar 5,2 – 5,3 %. Sedangkan inflasi Amerika diproyeksikan berada pada kisaran 1 -1,6 %.

Sementara China meskipun belum sebesar Amerika, jumlah penduduk yang besar dan statusnya sebagai salah satu emerging market membuat China juga menjadi salah satu penentu kekuatan ekonomi dunia. Sampai tahun 2014, neraca pembayaran China tercatat berada pada trend positif. Sampai dengan periode tersebut neraca pembayaran China tetap berada pada kondisi surplus, meskipun cenderung menurun. Pada periode 2005-2008 surplus neraca pembayaran China berkisar antara 5,7 – 10,07 % dari PDB. Sedangkan pada periode selanjutnya terus menurun hingga pada tahun 2014 surplus neraca pembayaran China hanya tinggal sekitar 1,78 % dari PDB.

Data menunjukkan terdapat korelasi dan kecenderungan yang kuat antara pergerakan harga minyak dengan nilai tukar USD. Ketika nilai tukar USD menguat, harga minyak dunia cenderung turun, dan sebaliknya. Dalam perkembangannya minyak maupun USD telah menjadi instrumen spekulasi yang menyebabkan harga tidak selalu mencerminkan keseimbangan permintaan dan penawarannya. Dalam kondisi perekonomian tidak stabil harga yang terbentuk cenderung tidak mencerminkan keseimbangan permintaan dan penawarannya secara fisik.

Berdasarkan faktor-faktor yang diuraikan di atas, ReforMiner memproyeksikan harga minyak pada beberapa tahun ke depan kemungkinan akan tetap stabil pada tingkat yang relatif rendah. Pergerakan harga minyak kemungkinan akan lebih banyak dipengaruhi oleh faktor fundamental, bukan oleh aksi spekulasi. Jika tidak terdapat gejolak ekonomi atau kejadian luar biasa, pergerakan harga minyak kemungkinan tidak akan berfluktuasi secara tajam seperti dalam beberapa tahun terakhir. Harga kemungkinan akan cenderung stabil dengan tren kenaikan terbatas yang menuju pada tingkat keseimbangan baru yang berada dalam batas toleransi produsen maupun konsumen minyak dunia.

Bentuk Kelembagaan Hulu Migas di Beberapa Negara

Dalam beberapa waktu terakhir, bentuk kelembagaan hulu migas kembali menjadi perhatian. Hal itu terkait peran perusahaan minyak dan gas negara atau national oil company (NOC) yang semakin meningkat. Bank Dunia mencatat, dalam beberapa tahun terakhir NOC menguasai sekitar 75 % produksi dan 90 % cadangan minyak global. Secara relatif, penguasaan produksi dan cadangan NOC terhadap international oil companies (IOCs) seperti ExxonMobil, Chevron, Total, BP, dan Royal Dutch Shell mengalami peningkatan.

Data menunjukkan, pada tahun 2003 sebelas dari 20 besar perusahaan migas dunia adalah BUMN. Sedangkan pada tahun 2013, jumlah BUMN di dalam kelompok 20 besar perusahaan migas dunia bertambah menjadi 14 perusahaan. Baik untuk tahun 2003 maupun 2013, peringkat tiga besar perusahaan migas dunia berdasarkan produksi masing-masing ditempati oleh Saudi Aramco (Saudi Arabia), Gazprom (Rusia), dan NIOC (Iran), dimana ketiga perusahaan tersebut merupakan BUMN migas di negaranya masing-masing.

Perkembangan kinerja BUMN migas di beberapa negara baik dalam penguasaan cadangan maupun porsi produksi menarik untuk dicermati. Salah satu yang menarik untuk dicermati adalah bagaimana penerapan kelembagaan dalam pengelolaan dan pengusahaan sektor migas dari masing-masing negara asal BUMN tersebut. Hal itu mengingat untuk saat ini belum seluruh BUMN migas memiliki kinerja seperti sejumlah BUMN yang masuk dalam 20 besar perusahaan migas global tersebut.

Kelembagaan sektor minyak dan gas di Norwegia melibatkan banyak pihak. Diantaranya Stortinget (DPR/Parlemen Norwegia), Pemerintah, Kementerian Perminyakan dan Energi, Direktorat Perminyakan Norwegia (NPD), dan BUMN. Sementara, sistem kelembagaan dalam pengelolaan dan pengusahaan migas di China mengalami perkembangan sejalan dengan perkembangan sistem ekonomi di negara tersebut. Ketika sistem perekonomian China masih cenderung tertutup, kontrol terhadap pengusahaan minyak dan gas di negara tersebut dilakukan sepenuhnya oleh pemerintah. Industri minyak dan gas China mulai berkembang signifikan pada awal 1980-an, ketika reformasi dan keterbukaan ekonomi China dimulai.

Kelembagaan dalam pengelolaan dan pengusahaan migas di Saudi Arabia melibatkan beberapa pihak (lembaga) yang diantaranya Kementerian Perminyakan,Suprame Petroleum Council, dan Saudi Aramco. Kementerian Perminyakan bertanggungjawab atas hubungan Saudi dengan OPEC, mengatur permintaan dan penawaran, membuka sektor hidrokarbon bagi investasi swasta dan hubungan konsumen-produsen. Kementerian Perminyakan juga mewakili pemerintah memberikan arahan kebijakan yang berkaitan dengan masalah penentuan volume produksi minyak, hukum lingkungan, target penyerapan tenaga kerja, promosi kepada sektor swasta, dan pedoman konservasi minyak. Sistem kelembagaan dalam pengelolaan dan pengusahaan migas di Malaysia menempatkan Petroliam Nasional Berhad (Petronas) sebagai satu-satunya institusi yang mengelola sumber daya migas. Di Malaysia tidak ada kementerian yang menangani sumberdaya migas dan mineral seperti di Indonesia. Dalam struktur pemerintahan, posisi Petronas di bawah pengawasan langsung Perdana Menteri. Kedudukan dan fungsi Petronas serta relasinya dengan institusi yang lain di atur dalam Petroleum Development Act 1974.

Kelembagaan dalam pengelolaan dan pengusahaan migas di Brasil cukup kompleks dan melibatkan banyak institusi/lembaga. Sejumlah institusi yang terlibat dalam pengelolaan sektor migas di Brasil diantaranya National Regulatory Agency (ANP), Brazilian Petroleum Institute (IBP), National Organisation of the Petroleum Industry (ONIP/Organizacao Nacional da Industria do Petroleo), National Association of Independent Producer of Oil and Gas (ABPIP/Associacao Brasiliera de Produtores Independentes de Petroleo e Gas), Ministry of Energy and Mining (MME/Ministerio das Minas e Energia), dan Suppliers Registration System (CADFOR/Cadastro de Fornecedores). Kelembagaan dalam pengelolaan dan pengusahaan sektor migas di Iran melibatkan beberapa pihak. Sejumlah pihak yang terlibat diantaranya The National Iranian Oil Company (NIOC), NIOCA General Assembly,Supreme Economic Council, dan Petroleum Council. NIOC adalah perusahaan migas negara Iran yang ditugaskan untuk mengelola dan memproduksikan cadangan migas milik negaranya. Sedangkan NIOCA General Assembly adalah lembaga yang berwenang untuk menentukan kebijakan umum dan menyetujui anggaran NIOC. Lembaga tersebut beranggotakan Presiden, Wakil Presiden, Menteri Perminyakan, Menteri Keuangan, Direktur Jenderal Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, dan beberapa menteri yang lain.

Kelembagaan dalam pengelolaan dan pengusahaan migas di Venezuela melibatkan Presiden, Kementerian Energi dan Perminyakan (MEP), dan BUMN migas Petroleos de Venezuela S.A. (PDVSA)-, yang 100 % sahamnya diamanatkan dikuasai oleh negara. Konstitusi Venezuela menetapkan, seluruh cadangan hidrokarbon di Venezuela dimiliki oleh negara, bukan oleh perusahaan yang menemukannya. Dalam hal ini pemerintah Venezuela menjalankan hak monopolinya melalui MEP dan PDVSA. Kelembagaan dalam pengelolaan dan pengusahaan minyak dan gas di Kuwait melibatkan beberapa pihak. Beberapa pihak yang terlibat diantaranya Perdana Menteri, Kementerian Energi, Supreme Petroleum Council (SPC), Kuwait Petroleum Company (KPC), Kementerian Keuangan, dan Bank Sentral. Kuwait merupakan satu-satunya negara Teluk dimana harga minyaknya ditentukan oleh Kementerian Energi dan Perminyakan. Dalam hal ini formula harga ditetapkan setiap lima tahun, kemudian komite harga Kementerian menghitung harga setiap bulannya.

Dari sejumlah negara yang BUMN Migas-nya masuk dalam 20 besar perusahaan migas terbesar dunia, rata-rata memberikan perlakuan khusus kepada BUMN mereka. Kuasa pertambangan atas wilayah kerja migas di negara-negara tersebut sebagian besar diserahkan kepada BUMN.

Kondisi dan Gambaran Investasi Hulu Migas Global

Studi ReforMiner menemukan investasi eksplorasi dan produksi hulu migas global terus meningkat setiap tahunnya. Investasi hulu migas global pada tahun 2010, 2011, 2012, 2013 dan 2014 (prediksi) masing-masing sebesar 465 miliar USD, 561 milyar USD, 623 milyar USD, 694 milyar USD, dan 750 milyar USD. Berdasarkan data tersebut, dalam 4 (empat) tahun terakhir realisasi investasi hulu migas global rata-rata meningkat sebesar 12,65 % setiap tahunnya. Peningkatan investasi hulu migas global juga tercatat merata hampir di seluruh kawasan dunia. Berdasarkan porsinya, terdapat tiga wilayah utama yang dominan dalam pengeluaran investasi hulu migas yaitu Amerika Serikat dan Kanada, Asia Pasifik, dan Amerika Latin.

Berdasarkan data realisasi dan proyeksi, perusahaan yang berasal dari kawasan Amerika Utara mendominasi porsi investasi hulu migas global. Pada tahun 2013 porsi investasi hulu migas perusahaan di kawasan tersebut mencapai 27,2 % dari total investasi hulu migas global. Pada 2013 porsi investasi perusahaan di kawasan tersebut diproyeksikan naik menjadi sekitar 7,5 % terhadap total investasi hulu migas global. Secara nominal investasi perusahan di kawasan Amerika Utara meningkat sebesar 7,3% dari 185.727 juta USD pada 2013 menjadi 199.232 juta USD pada 2014.

Selain perusahaan di kawasan Amerika Utara, terdapat pula perusahaan dari kawasan lain yang porsi pengeluaran investasi hulu migasnya signifikan. Beberapa kawasan tersebut diantaranya: India, Asia & Australia, Amerika Latin, Rusia, dan Eropa. Pada tahun 2013 porsi investasi perusahaan dari sejumlah kawasan tersebut sekitar 43,4 % terhadap total investasi hulu migas global. Porsi investasi perusahaan di sejumlah kawasan tersebut pada tahun 2014diproyeksikan mencapai sekitar 44,0 % terhadap total investasi hulu migas global. Selain sejumlah kawasan tersebut juga terdapat perusahaan dari Timur Tengah, Afrika, dan North American Independents yang porsi investasinya sekitar 11,7 % (2013) terhadap investasi hulu migas global, dan diproyeksikan hanya sedikit berubah (11,6%) pada 2014.

Pada tahun 2014 sejumlah perusahaan yang berasal dari Amerika Serikat, Amerika Latin, Afrika, Timur Tengah, Eropa, Rusia, dan India, Asia & Australia, diproyeksikan akan meningkatkan pengeluaran untuk investasi hulu migas. Terdapat beberapa perusahaan berdasar asalnya yang diproyeksikan akan meningkatkan investasi di atas 10 %. Beberapa perusahaan tersebut diantaranya berasal dari Timur Tengah (14,4%), Amerika Latin (12,8%), dan Rusia/FSU (10,9%). Sementara sejumlah perusahaan yang berasal dari kawasan yang lain diproyeksikan akan meningkatkan investasinya di bawah 10 %. Perusahaan tersebut berasal dari Amerika Serikat (8,5 %), Eropa (7,8%), Kanada (3,2 %), India/Asia/Australia (2,7%), dan Afrika (0,4%).

Meski secara global investasi hulu migas meningkat setiap tahunnya, hal tersebut tidak sepenuhnya sejalan dengan pola investasi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang berasal dari beberapa kawasan di dunia. Data dan informasi menunjukkan sejumlah perusahaan yang masuk dalam kelompok North American Independents dan perusahaan yang berasal dari Amerika Latin, Eropa, Timur Tengah, India, Asia dan Australia, Rusia, dan Afrika memiliki pola investasi yang tidak sepenunya sama. Hal tersebut kemungkinan disebabkan adanya perbedaan kebijakan dari masing-masing perusahaan dalam merespon perkembangan yang ada.

Kondisi dan Gambaran Investasi Hilir Migas Global

Berdasarkan kajian ReforMiner, ditemukan bahwa tren investasi hilir migas khususnya untuk industri kilang tercatat terus meningkat. Pengeluaran biaya investasi kilang terdistribusi atas pengeluaran investasi langsung (untuk membangun kilang baru dan pengembangan), perawatan, dan untuk katalis dan bahan-bahan kimia. Alokasi biaya investasi untuk kepentingan investasi langsung dan perawatan memiliki besaran yang tidak jauh berbeda. Pada periode 2002 – 2007 pengeluaran biaya untuk perawatan lebih besar dibandingkan dengan untuk keperluan investasi langsung. Sedangkan pada periode 2008 dan 2009 porsi pengeluaran investasi langsung lebih besar dibandingkan biaya yang dialokasikan untuk perawatan.

Data menunjukkan pertumbuhan pengeluaran untuk perawatan dan katalis relatif stabil. Sedangkan pengeluaran investasi untuk pembangunan kilang baru dan pengembangan lebih fluktuatif. Pengeluaran investasi untuk kilang baru mengalami peningkatan relatif signifikan ketika harga minyak tinggi. Pada tahun 2005 – 2009, ketika harga minyak berada pada level yang tinggi pengeluaran investasi untuk pembangunan dan pengembangan kilang terus meningkat. Selanjutnya, pada periode 2010 – 2012 ketika harga minyak mulai bergerak pada level yang lebih stabil pengeluaran investasi untuk pembangunan kilang baru dan pengembangan mengalami penurunan. Pengeluaran investasi untuk perawatan dan katalis/kimia relatif tidak ditentukan oleh tingkat atau fluktuasi harga minyak. Besaran biaya perawatan dan biaya katalis dan bahan kimia terus meningkat setiap tahunnya.Kondisi tersebut terjadi baik ketika harga minyak berada pada level yang rendah maupun tinggi. Dengan makin turunnya harga minyak dunia di penghujung tahun 2014 ini, diperkirakan profil pengeluaran investasi hingga tahun 2015 mendatang belum akan berubah.

OPEC memproyeksikan pengeluaran investasi kilang akan terus meningkat. Proyeksi tersebut terkait permintaan produk minyak yang juga terus meningkat setiap tahunnya. OPEC memproyeksikan sampai dengan tahun 2035 investasi yang dialokasikan untuk industri kilang terus meningkat. Pengeluaran investasi kilang tersebut oleh OPEC dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kategori. Pertama, pengeluaran investasi yang telah atau sedang berlangsung, yaitu untuk proyek-proyek yang dijadwalkan beroperasi sebelum atau sampai dengan tahun 2018. Kedua, pengeluaran investasi untuk penambahan kapasitas kilang baik melalui pembangunan kilang baru atau pengembangan kilang yang telah ada. Ketiga, pengeluaran investasi untuk perawatan dan penggantian kembali atau untuk mempertahankan kapasitas kilangexisting.

Sampai dengan tahun 2018 OPEC memproyeksikan pengeluaran investasi untuk proyek kilang yang sedang berjalan mencapai 280 miliar USD. Dari jumlah investasi tersebut wilayah Asia Pasifik menyumbang sekitar 100 miliar USD. Dalam hal ini China tercatat mengeluarkan investasi sekitar 60 miliar USD. Sedangkan sekitar 40 miliar USD investasi kilang sisanya merupakan kontribusi negara-negara lain di Asia Pasifik selain China. Pengeluaran investasi kilang untuk kawasan Amerika Latin pada periode tersebut diproyeksikan sekitar 45 miliar USD. Sedangkan investasi kilang kawasan lain seperti US dan Kanada, Afrika, Eropa, dan Rusia dan kawasan laut Kaspia pada periode tersebut diproyeksikan berada pada kisaran 10-20 miliar USD.

Analisis Neraca Migas dan Nilai Tukar Rupiah

Berdasarkan data, defisit neraca minyak nasional lebih banyak disebabkan oleh kebutuhan impor minyak mentah dan produk kilang yang terus meningkat. Kebutuhan minyak domestik terus meningkat, sementara kemampuan produksi minyak dalam negeri terus menurun. Dari sisi ekspor, kondisi neraca perdagangan minyak nasional sebenarnya masih relatif stabil. Data menunjukkan nilai ekspor (minyak mentah dan produk kilang) pada kurun 2005-2012 masih tercatat mengalami peningkatan rata-rata sebesar 12,69 % setiap tahunnya. Meski dari sisi volume ekspor menurun, peningkatan harga minyak di pasar internasional menyebabkan nilai ekspor minyak nasional masih tercatat mengalami peningkatan.

Dari informasi yang dihimpun, pada periode 2005-2008 porsi kebutuhan devisa impor minyak dan gas rata-rata mencapai lebih dari 21 % dari total kebutuhan devisa untuk impor barang. Pada tahun 2009 dan 2010 porsi kebutuhan impor minyak dan gas mengalami penurunan menjadi di bawah 19 % terhadap total kebutuhan devisa impor barang. Tetapi, pada 2011, 2012, dan 2013 porsi kebutuhan devisa impor minyak dan gas kembali meningkat menjadi lebih dari 22 % terhadap total kebutuhan devisa impor barang.Kebutuhan devisa impor minyak dan gas pada periode 2005-2012 rata-rata mengalami peningkatan sebesar 16,79 % setiap tahunnya. Pada periode tersebut total kebutuhan devisa impor barang total kebutuhan devisa impor barang tercatat mengalami peningkatan rata-rata sebesar 16,70 % setiap tahunnya. Kebutuhan devisa impor minyak dan gas sampai saat ini masih didominasi oleh kebutuhan devisa impor minyak. Pada 2005-2013 kebutuhan devisa impor minyak rata-rata mencapai 97,35 % terhadap total kebutuhan devisa impor minyak dan gas.

Simulasi ReforMiner menemukan pengembangan kapasitas kilang domestik berpotensi menurunkan kebutuhan devisa impor minyak dalam jumlah signifikan. Jika seluruh produk BBM yang diimpor diganti dengan minyak mentah, potensi penghematan devisa impor minyak dapat mencapai 4,85 milyar USD setiap tahunnya.Jika dapat dilakukan, nilai penghematan yang diperoleh dapat mengurangi defisit neraca perdagangan minyak dalam jumlah signifikan. Penambahan kapasitas kilang domestik tidak hanya penting bagi keberlanjutan ketahanan pasokan energi nasional. Tetapi juga memiliki arti penting bagi kinerja beberapa indikatormakro moneter, terutama neraca perdagangan (transaksi berjalan) dan stabilitas nilai tukar rupiah.

Berdasarkan pencermatan, pada triwulan keempat merupakan periode dimana nilai impor minyak berada pada level yang tertinggi untuk setiap tahunnya.Karena itu, rata-rata nilai tukar rupiah pada triwulan keempat pada umumnya cenderung lebih melemah. Sejak tahun 2011 rata-rata nilai tukar rupiah pada triwulan keempat tercatat lebih terdepresiasi dibandingkan dengan rata-rata nilai tukar rupiah pada triwulan pertama untuk tahun yang sama. Sepanjang neraca perdagangan minyak dan gas masih berada pada kondisi defisit, peningkatan nilai impor minyak akan berkorelasi dengan kecenderungan terdepresiasinya nilai tukar rupiah.

Dampak dari kecenderungan peningkatan defisit neraca perdagangan migas tidak hanya terlokalisir pada sektor energi saja, tetapi juga meluas pada sektor-sektor yang lain. Pelemahan nilai tukar rupiah selama tahun 2013 sesungguhnya hanya merupakan salah satu konsekuensi dari melemahnya kinerja neraca perdagangan migas. Apabila tidak terdapat pengelolaan yang lebih baik, meningkatnya defisit neraca perdagangan migas pada tahun-tahun yang akan datang berpotensi memberikan dampak yang lebih luas lagi.