Soal Hambatan Bangun Kilang: Biayanya Mahal dan Untungnya Kecil

Detik.com; 28 November 2018

Jakarta – Butuh biaya yang besar untuk membangun sistem kilang minyak. Namun, di balik modal yang besar keuntungan dari hasil pengolahan dan pertambangan minyak melalui kilang tidak seberapa.

Pengamat Energi Komaidi Notonegoro menjelaskan selain membutuhkan biaya yang mahal pembangunan kilang juga membutuhkan waktu yang cukup panjang. Namun, pembangunan kilang kurang diminati lantaran untungnya kecil.

“Selama ini kan pembangunan kilang ini kan butuh modal yang besar. Terus marginnya juga tidak terlalu sebesar di hulu jadi rata-rata para pelaku migas itu lebih baik investasi di hulu dibandingkan bangun kilang,” jelas dia kepada detikFinance, Rabu (28/11/2018).

Ia menjelaskan, alasan mengapa kilang yang saat ini dibangun masih menggunakan anggaran dari BUMN yaitu karena butuh pendanaan besar untuk membangun kilang minyak.

“Karena itu kilang selama ini dibangun sama Pertamina BUMN biar dibayai pemerintah,” jelas dia.

 

Sebagai informasi, menurut catatan PT Pertamina (Persero) yang dikutip detikFinance, Rabu (28/11/2018), terakhir kali Pertamina membangun kilang minyak adalah sekitar 20 tahun lalu.

Kilang terbaru yang dibangun Pertamina adalah Kilang Sorong yang beroperasi sejak 1997 dan Kilang Balongan mulai beroperasi 1994, setelah itu belum ada lagi pembangunan yang dilakukan.Selain jumlahnya minim, kemampuan kilang Pertamina juga mulai tertinggal.

Saat ini kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) nasional mencapai 1,3-1,5 juta barel/hari. Sementara kilang Pertamina hanya memiliki kapasitas terpasang 1,03 juta barel.

Tapi karena teknologinya sudah lama, minyak mentah yang diolah tak bisa maksimal. Bagaimana tidak, dari 6 kilang yang dimiliki Pertamina, sebagian besar sudah beroperasi di atas 30 tahun.

Dengan kondisi tersebut, saat ini produksi maksimal kilang-kilang tersebut bila ditotal hanya sekitar 900.000 barel/hari. Angka ini sebenarnya sudah mengalami peningkatan dibanding tahun 2016 yang hanya 800.000 barel per/hari namun tetap saja masih kurang dari angka konsumsi nasional.

Akibatnya, kekurangan BBM harus dipenuhi melalui impor. Kondisi ini menjadi beban tersendiri bagi keuangan negara.

Kondisi tercermin dari neraca perdagangan Indonesia pada Oktober 2018 ini kembali defisit. Kali ini, defisit ada tercatat sebesar US$ 1,82 miliar.

Defisit disebabkan dari impor yang sebesar US$ 17,62 miliar, sementara ekspornya year on year (YoY) hanya US$ 15,80 miliar.

KOMITMEN KERJA PASTI : Realisasi Eksplorasi Ditentukan Data Komprehensif

Surabaya.Bisnis.com, 26 November 2018

JAKARTA — Pencairan dana komitmen kerja pasti oleh kontraktor kontrak kerja sama akan dipengaruhi oleh keberadaan data tentang blok minyak dan gas bumi terkait yang lebih komprehensif.

Setiap kontraktor yang meneken tanda tangan kontrak pengelolaan blok migas dengan skema bagi hasil kotor (gross split) wajib mencantumkan dana komitmen kerja pasti, yaitu anggaran untuk kegiatan eksplorasi di blok migas yang dikelolanya.

Sementara itu, data komprehensif itu mencakup potensi cadangan migas dan lainnya.

Dosen Fakultas Ilmu Kebumian dan Energi, Universitas Trisakti Pri Agung Rakhamanto mengatakan bahwa ketersediaan data di setiap wilayah kerja minyak dan gas bumi akan memengaruhi pertimbangan teknis kontraktor untuk melakukan kegiatan eksplorasi di dalam area kerjanya atau di wilayah terbuka (open area).

“Segala sesuatunya pada akhirnya tetap pada perhitungan kalkulasi bisnis. Kalau aspek teknis bagus, itu akan lebih mengurangi risiko bisnis,” katanya, kepada Bisnis, akhir pekan lalu.

Komitmen kerja pasti yang menjadi ketentuan wajib dalam kontrak bagi hasil kotor (gross split) mulai dilakukan pada 2019 dengan rencana penggunaan senilai US$38,1 juta, kemudian meningkat menjadi US$83,15 pada 2020, US$107,91 juta (2021), US$191,88 juta (2022), US$151,64 juta (2023), US$126,64 juta (2024), US$131,93 juta (2025), serta US$36,45 juta pada 2026.

Komitmen kerja pasti merupakan komitmen kontraktor migas dalam menggelontorkan dana untuk eksplorasi migas.

Nilai tersebut berasal dari 13 blok migas eskploitasi yang memiliki kewajiban komitmen kerja pasti dengan kumulasi mencapai US$1,307 miliar.

Dengan adanya lelang blok migas dari pemerintah, akumulasi anggaran kerja pasti dapat meningkat. Aktivitas dana komitmen kerja pasti diarahkan untuk eksplorasi di dalam wilayah kerja dan area terbuka.

Untuk aktivitas di dalam wilayah kerja, kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) dapat melakukan survey dan pengeboran sumur eksplorasi. Sementara itu, untuk aktivitas di luar wilayah kerja dapat melakukan survei seismik.

Pri Agung menambahkan, dalam melaksanakan komitmen kerja pasti, pemerintah memang dapat melakukan pengawasan dan pengarahan ke kontraktor migas. Namun, menurutnya, untuk menentukan aktivitas eksplorasi tetap berdasarkan kesepakatan yang tertuang dalam kontrak kerja.

“Tentu semua akan didasarkan atas kesepakatan kedua belah pihak,” katanya.

Sementara itu, untuk memastikan belanja KKKS dalam komitmen kerja pasti, SKK Migas tetap melakukan pengawasan.

Sebelumnya, Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi mengatakan, pihaknya tidak menentukan dan mengharuskan di mana kegiatan eksplorasi dilakukan, tetapi menyerahkan kepada kontraktor. “Juga harus dipastikan yang dibelanjakan berapa nilainya, jangan sampai berbeda dengan yang dilaporkan.”

Komaidi Notonegoro, Direktur Eksekutif Reforminer Institute, mengatakan bahwa penggunaan dana komitmen pasti bagi Kontraktor swasta ataupun BUMN akan terlihat dari aktivitas eksplorasi.

“Kalau bicara risiko mungkin kegiatan yang lebih aman adalah di dalam wilayah kerja migas. Kalau menambahkan cadangan open area, yang melakukan kontraktor swasta, kalau BUMN sepertinya akan di dalam wilayah kerja,” katanya.

Menurutnya, komitmen kerja pasti memberikan keleluasaan bagi kontraktor ataupun pemerintah, mengingat dana aktivitas eksplorasi tersebut wajib dibelanjakan kendati pada akhirnya tidak menemukan cadangan migas.

“Kalau dalam cost recovery, dana baru cair kalau berhasil menemukan cadangan. Kalau komitmen kerja pasti kan dana wajib untuk eksplorasi,” tambahnya.

Senada dengan Pri Agung, Komaidi juga memanggap bahwa kualitas data sangat menentukan kontraktor dalam melakukan aktivitas eksplorasi, khususnya di area terbuka.

Secara terpisah, Sekretaris Perusahaan PT Pertamina (Persero) Syahrial Muchtar mengatakan bahwa dalam mengelola blok migas terminasi, upaya eksplorasi tetap menjadi prioritas untuk mengantisipasi pengurangan cadangan migas. “Eksplorasi melihat sesuatu yang belum pasti, meski subsurface sudah ada, tetap saja belum pasti,” katanya. (David E. Issetiabudi)

Rencana Investasi Eksplorasi Migas Periode 2019–2026 (Us$ Juta)

Tahun Investasi

2019 38,1

2020 83,15

2021 107,91

2022 191,88

2023 151,64

2024 126,41

2025 131,93

2026 36,44

Total 1.307,00

Sumber: SKK Migas.

 

Kebijakan Harga Premium dan Keuangan Pelaksana Penugasan

Watyuntik.com, 27 November 2018

Penulis: Komaidi Notonegoro,

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute

Pemerintah terpantau telah menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2019. Dalam APBN tersebut besaran subsidi energi ditetapkan sebesar Rp156,50 triliun, lebih tinggi dari APBN 2018 tetapi lebih rendah dari outlook subsidi energi 2018 yang diproyeksikan mencapai kisaran Rp163,50 triliun.

Anggaran subsidi energi dalam APBN 2019 tersebut terdistribusi Rp100,10 triliun untuk subsidi BBM dan LPG 3 Kg dan Rp56,50 triliun untuk subsidi listrik. Sama seperti pada tahun anggaran 2018, jenis BBM yang diberikan subsidi pada 2019 adalah Solar dan Minyak Tanah.

Nominal subsidi Solar dan Minyak Tanah pada APBN 2019 ditetapkan sebesar Rp32,49 triliun. Alokasi anggaran tersebut digunakan untuk mensubsidi 14,50 juta kilo liter Solar dan 610 ribu kilo liter Minyak Tanah. Subsidi Solar diberikan dengan mekanisme subsidi tetap, Rp2.000 untuk setiap liternya. Sementara subsidi Minyak Tanah dilakukan dengan membayar selisih antara harga subsidi dan harga non subsidi.

Mengacu pada postur APBN 2019 tersebut, tidak terdapat alokasi anggaran subsidi untuk BBM jenis Premium. Dengan demikian kebijakan harga BBM jenis Premium masih akan tetap sama dengan tahun anggaran sebelumnya, yaitu ditetapkan sebagai BBM Khusus Penugasan yang tidak lagi disubsidi. Hal ini sebagaimana diatur dalam Perpres No.191/2014.

Perpres tersebut membagi BBM menjadi tiga jenis, BBM tertentu, BBM khusus penugasan, dan BBM umum. Pasal 3 ayat (2) Perpres ini menetapkan bahwa Premium atau Bensin (Gasoline) Ron minimum 88 sebagai BBM khusus penugasan. Dalam hal ini BBM khusus penugasan adalah BBM yang didistribusikan di wilayah penugasan dan tidak diberikan subsidi.

Sejak ditetapkan sebagai jenis BBM khusus penugasan, trend konsumsi Premium tercatat menurun. Pada 2016 realisasi konsumsi Premium tercatat turun menjadi 10,61 juta kilo liter dari sebelumnya tercatat sebesar 14,89 juta kilo liter pada 2015. Pada 2017, sejalan dengan upaya penghapusan Premium secara bertahap, realisasi konsumsi Premium turun signifikan menjadi 7,04 juta kilo liter.

Akan tetapi, pasca pemerintah merevisi Perpres 191/2014 dengan Perpres No.43/2018 upaya penghapusan BBM jenis Premium yang tampak sudah mulai berhasil, kemungkinan akan kembali pada titik awal lagi. Melalui Perpres No.43/2018 tersebut pemerintah meminta pelaksana penugasan kembali menyediakan BBM jenis Premium untuk wilayah Jawa-Madura-Bali (Jamali) yang dimulai sejak Juni 2018. Sejak saat itu konsumsi Premium meningkat kembali yang mana sampai dengan akhir 2018, total konsumsinya diproyeksikan mencapai sekitar 12 juta kilo liter.

Pemerintah menyampaikan bahwa keputusan untuk menyediakan kembali Premium di wilayah Jamali adalah untuk meringankan beban masyarakat berpenghasilan rendah. Kenaikan harga minyak dunia mendorong harga BBM dengan kualitas di atas Premium meningkat melebihi daya beli masyarakat berpenghasilan rendah. Karena itu pemerintah menilai perlu untuk menyediakan kembali Premium di wilayah Jamali. Penyediaan Premium tersebut juga dimaksudkan untuk mendukung kegiatan mudik lebaran pada saat itu.

Keuangan Pelaksana Penugasan

Berdasarkan kebijakan harga Premium dan trend konsumsinya, keuangan pelaksana penugasan Premium pada 2019 berpotensi akan tertekan. Dari sisi harga, meskipun tidak lagi diberikan subsidi, harga Premium masih diintervensi atau ditetapkan oleh pemerintah. Sementara dari sisi konsumsi, dengan disediakan kembali di wilayah Jamali, konsumsi Premium kembali meningkat signifikan.

Jika mengacu pada asumsi makro energi APBN 2019 yaitu harga minyak/ICP ditetapkan 70 dolar AS per barel dan nilai tukar rupiah Rp14.400 per dolar AS, diketahui terdapat selisih antara harga keekonomian Premium dengan harga yang ditetapkan pemerintah. Berdasarkan simulasi ReforMiner, jika mengacu pada asumsi tersebut selisih harga keekonomian Premium dengan harga penetapan pemerintah kurang lebih sekitar Rp2.000 untuk setiap liternya.

Mencermati kondisi bahwa trend konsumsi Premium kembali meningkat dan terdapat selisih harga antara harga penetapan dan harga keekonomian, potensi terjadinya tekanan pada keuangan pelaksana penugasan kemungkinan tidak dapat dihindarkan. Jika konsumsi Premium pada 2019 mendatang diasumsikan sama dengan proyeksi 2018 tersebut, paling tidak akan terdapat sekitar Rp24 triliun beban keuangan yang harus ditanggung oleh pelaksana penugasan.

Bukan Perubahan Formula, Lebih Penting Penyesuaian Harga BBM Berkala

(Dunia Energi, 28 November 2018)

Pri Agung Rakhmanto, Pengamat Migas dari Universitas Trisakti, mengatakan dalam elemen harga BBM selalu ada aspek subsidi yang terkait Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), aspek insentif dan margin untuk pelaku usaha yang ditujukan menjamin kelangsungan pasokan.

“Ujung-ujungnya adalah tingkat harga yang dapat dijangkau masyarakat,” kata Pri Agung saat dihubungi Dunia Energi, Selasa (27/11).

Menurut Pri, rencana tersebut jangan sampai hanya sekadar perubahan, tapi esensi tujuan yang dituju tidak signifikan, dan membawa implikasi yang tidak kondusif. Misalnya disinsentif terhadap PT Pertamina (Persero) dalam penyaluran dan pendistribusian energi.

“Yang lebih penting sebenarnya justru bukan perubahan formula itu sendiri, tetapi mekanisme evaluasi dan penyesuaian harga secara berkala yang bisa menjawab ketiga aspek,” ungkap Pri.

Perubahan formula harga BBM diklaim pemerintah sebagai respon terhadap kondisi pergerakan harga minyak dunia sejak 2017.

Untuk saat ini sesuai dengan Kepmen ESDM No K/12/MEM/2015 adalah (103,92% x HIP) + Rp 830 per liter. Selain itu, berdasarkan Perpres 43 Tahun 2018 tentang penyediaan, pendsitribusian dan harga jual eceran bahan bakar minyak menteri menetapkan harga jual eceran dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan negara, kemampuan daya beli masyarakat dan ekonomi rill dan sosial masyarakat.

Arcandra Tahar, Wakil Menteri ESDM, mengatakan perubahan formula Harga Premium masih belum rampung. Kementerian ESDM mengklaim formula nanti diklaim sudah sesuai dengan kondisi ekonomi dan harga minyak dunia saat ini.

“Formulanya jadi berbeda, efeknya itu harga formula lebih mencerminkan harga keekonomian yang sesungguhnya,” ungkap Arcandra.

Mas’ud Khamid, Direktur Pemasaran Retail Pertamina, mengakui adanya pembahasan perubahan formula. Sayangnya, Mas’ud pun menolak membeberkan perubahan seperti apa yang akan dilakukan. “Formulanya belum diumumkan, belum final. Satu putaran lagi (pembahasannya),” tandas Mas’ud.

Jokowi vs Prabowo, Siapa Berani Naikkan BBM di Tahun Politik?

CNBC INDINESIA: Minggu, 18 November 2018 16:28

Jakarta, CNBC Indonesia- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat masih tingginya impor migas di Oktober 2018, dan lagi-lagi jadi biang kerok defisit neraca dagang Indonesia.

Kepala BPS Suhariyanto dalam paparannya pada 15 November mengatakan defisit migas di Oktober mencapai US$ 1,42 miliar.

Secara year on year, BPS mencatat, impor migas pada Oktober 2018 sebesar US$ 2,9 miliar, naik 31,78% dibanding periode yang sama tahun lalu. Peningkatan ini kembali mencatatkan defisit neraca migas yang membengkak 98% jika dibandingkan Oktober 2017, yang sebesar US$ 718,7 juta.

1

Defisit migas di sepanjang tahun ini sudah mencapai US$ 10,73 miliar atau setara Rp 158 triliun, mengungguli nilai defisit tahun 2017 setahun penuh (US$ 8,58 miliar). Padahal, tahun 2018 masih menyisakan 2 bulan lagi. Jika ditarik lebih jauh, defisit migas tahun ini hanya lebih “mending” dibandingkan defisit di Januari-Oktober 2014 yang mencapai US$ 11,14 miliar.

Pengamat energi Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto mengatakan defisit migas RI adalah masalah struktural, akut, dan sudah terjadi sejak lama.

“Defisit kita sekarang ini hanya akan membesar atau mengecil, terutama dipengaruhi pergerakan harga minyak. Ketika harga tinggi, defisit membesar, ketika harga turun defisit mengecil. Tapi tetap sama-sama defisit.,” terang Pri Agung kepada CNBC Indonesia saat dihubungi Selasa (13/11/2018).

Ia pun menyebutkan, ada lima faktor yang membuat defisit migas masih terus terjadi, yakni;

  1. Permasalahan mendasar di sektor hulu migas yang belum dibenahi, misalnya produksi yang terus turun.
  2. Tidak ada penambahan kapasitas kilang di midstream, sehingga impor BBM makin besar
  3. Di hilir, harga BBM yang tidak dinaikkan, sehingga mendorong peningkatan konsumsi. Ini bakal mengakibatkan impor migas makin tinggi dan defisit menggunung.
  4. Naiknya harga minyak dunia
  5. Kurs rupiah terhadap dolar AS juga cenderung terus melemah

“Nomor 1-3 itu permasalahan mendasar di sektor hulu migas yang mestinya ditangani secara struktural, fundamental dan serius oleh pemerintah,” ujarnya.

Sementara penyebab nomor 1 dan 2 perlu waktu agak lama untuk mengatasinya, paling singkat dan cepat adalah dengan menaikkan harga BBM.

Tapi dari kedua calon Presiden RI, siapakah yang berani ambil langkah ini untuk selamatkan keuangan negara?

Presiden Joko Widodo sendiri sudah menegaskan tidak akan ada kenaikan harga BBM setidaknya hingga akhir tahun ini atau sesudah pemilu berakhir di tahun 2019.

“Untuk BBM begini, kami coba agar kenaikan tidak ada karena banyak masyarakat yang daya belinya terbatas. Akhirnya kami coba kendalikan. Itu mengapa untuk solar harganya dipertahankan tapi subsidi naik, karena kalau tidak nanti harga barang-barang lain ikut naik di pasar. Pesannya adalah daya beli terjaga,” kata Jonan saat diwawancarai di kantornya, Oktober lalu.

Pernyataan Jonan ini dilontarkan tak lama setelah insiden batalnya kenaikan harga BBM Premium hanya dalam kurun waktu satu jam.

2

Sementara, dari kubu Prabowo sampai saat ini belum ada pernyataan tegas. Namun, sikap fraksi Gerindra selaku partai pendukung utama pasangan calon presiden dan wakil presiden Prabowo-Sandiaga Uno malah menginginkan harga BBM turun.

Keinginan menurunkan harga BBM ini dinyatakan oleh salah satu anggota Komisi VII DPR RI dalam rapat kerja di DPR, yakni Kardaya Warnika, yang sebelumnya juga pernah menjabat sebagai Dirjen Migas Kementerian ESDM.

Pekan lalu, Direktur Materi dan Debat Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandiaga Uno Sudirman Said bongkar bobroknya pengelolaan sektor energi di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Sudirman yang pernah menjadi Menteri ESDM di zaman Jokowi mengatakan sektor energi adalah sektor paling apes. “Menterinya saja diganti empat kali. Ada yang baru 21 hari [menjabat], langsung diganti. [Dirut] Pertamina diganti lima orang [dalam periode pemerintahan]. Yang lucu, PLN yang jadi sumber hambatan, tidak pernah diganti,” paparnya, di acara Indonesia Energy Forum 2018 di The Dharmawangsa, Jumat (16/11/2018).

Ia mengkritik pedas soal kebijakan-kebijakan energi di era Jokowi, dan juga memaparkan solusi yang ditawarkan oleh tim Prabowo-Sandiaga Uno di sektor ini jika nanti terpilih. Sudirman menekankan pentingnya pengembangan energi baru di masa depan. “Kalau sedikit turun ke peraturan pemerintah, lebih eksplisit, maksimalkan EBT dan minimalkan minyak bumi,” tambah Sudirman.

Tapi, di antara kritik-kritik pedasnya itu tak satupun disinggung soal kebijakan harga BBM. Padahal, jika energi baru ingin diseriusi dan dikembangkan akan mustahil selama pemerintah menyediakan energi fosil dengan harga murah.

 

 

Defisit Migas Bikin CAD Jebol, B20 Masih Sebatas Harapan

CNBC Indonesia, 13 November 2018

Jakarta, CNBC Indonesia- Lagi-lagi, defisit transaksi berjalan (CAD) tercatat mengalami pembengkakan. Bank Indonesia mencatat, penurunan kinerja terutama dipengaruhi oleh meningkatnya defisit neraca perdagangan migas.

Defisit neraca migas sebenarnya bukan hal baru, defisit migas konstan terjadi di neraca perdagangan Indonesia sejak 2013. Salah satu solusi yang ditawarkan pemerintah pun untuk mengatasi hal ini adalah melalui kebijakan B20.

Lantas, apakah kebijakan ini berdampak besar? 
Pengamat ekonomi Universitas Indonesia (UI) Telisa Aulia menilai, kebijakan tersebut diharapkan masih bisa meredam defisit, paling tidak negara bisa menghemat devisa sampai US$ 2 miliar. Selain itu, ia juga menilai, penurunan harga minyak baru-baru ini juga mestinya bisa memberikan impak, yang mungkin akan dirasakan di akhir tahun.

“(Penurunan harga minyak) harusnya tetap ada dampak ya di akhir tahun. Semoga juga bisa menghemat devisa,” kata Telisa kepada CNBC Indonesia saat dihubungi Selasa (13/11/2018).

Lebih lanjut, ia mengatakan hasil pemilu sela Amerika Serikat juga bisa menjadi sumber optimisme baru untuk perekonomian negara, karena investor finansila sudah mulai masuk lagi ke Indonesia.

Adapun, pengamat energi Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto mengatakan, defisit migas pada dasarnya sudah masalah struktural, akut, dan terjadinya sudah sejak lama. Menurutnya, tidak perlu kaget karena defisit itu memang masih akan terus terjadi, tidak akan hilang atau menjadi positif dalam waktu singkat hanya karena kebijakan tertentu.

“Defisit kita sekarang ini hanya akan membesar atau mengecil, terutama dipengaruhi pergerakan harga minyak. Ketika harga tinggi, defisit membesar, ketika harga turun defisit mengecil. Tapi tetap sama-sama defisit.,” terang Pri Agung kepada CNBC Indonesia saat dihubungi Selasa (13/11/2018).

Harga BBM yang tidak naik, kata dia, hanya mendorong peningkatan konsumsi. Sementara harga minyak trennya cenderung naik, ditambah dengan rupiah yang melemah. Ini bakal mengakibatkan impor migas makin tinggi dan defisit menggunung.

“Defisitnya tidak diatasi sungguh-sungguh, ya makin lama akan makin besar pasti, seperti sekarang ini,” kata Pri.

Kondisi yang sudah berlarut dan terjadi struktural di sektor migas RI menurutnya tak pernah dibenahi sungguh-sungguh, solusi yang dicari biasanya solusi instan. “Solusi sebenarnya benahi sektor migas secara mendasar, baik di hulu maupun di hilir.”

“Selama permasalahan mendasar di sektor hulu migas belum dibenahi, seperti produksi terus turun, tidak ada penambahan kapasitas kilang di midstream, sehingga impor BBM makin besar, dan di hilir, harga BBM yang tidak dinaikkan, sehingga mendorong konsumsi,” tambahnya.

Ia menilai, solusi perbaikan neraca perdagangan migas tidak sekedar dengan mendorong kebijakan seperti gross split, dan untuk sektor hilir, kebijakan harga bbm jangan dipolitisir. Pri Agung berpendapat, solusi-solusi yang ditawarkan sekarang ini, seperti B20, membeli minyak KKKS, itu cenderung reaktif saja.

“Apa tidak ada manfaatnya? Tentu ada, tapi terbatas dan tidak akan cukup menutup defisit neraca perdagangan migas yang ada,” tambahnya.

Sebelumnya, defisit dagang migas lagi-lagi jadi biang kerok makin bengkaknya defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD).

Bank Indonesia mencatat defisit transaksi berjalan kuartal III-2018 sebesar US$ 8,8 miliar. “Peningkatan defisit neraca transaksi berjalan dipengaruhi oleh penurunan kinerja neraca perdagangan barang dan meningkatnya defisit neraca jasa,” tulis BI dalam keterangannya seperti dikutip CNBC Indonesia, Jumat (9/11/2018).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, defisit yang disumbang oleh sektor migas sejak Januari hingga September mencapai US$ 9,37 miliar atau setara Rp 142 triliun. Jumlah ini naik signifikan dibanding capaian di periode serupa tahun lalu, yang hanya mencapai US$ 5,87 miliar.

Secara keseluruhan, defisit impor migas Januari-September 2018 naik 59% dibanding periode serupa di 2017.

Revisi UU Migas dan Minerba Molor Lagi

KOMPAS: Senin, 12 November 2018

JAKARTA, KOMPAS – Revisi dua undang-undang atau UU sektor energi dan sumber daya mineral dipastikan molor dan tidak rampung tahun ini. Kesibukan penyelenggaraan Pemilihan Umum Legislatif 2019 menjadi salah satu penyebab tertundanya penyelesaian revisi.

Kedua UU itu adalah UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (Migas) dan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara UU Migas sudah masuk program legislasi nasional sejak 2010. Adapun UU Pertambangan Mineral dan Batubara dimasukkan dalam program legislasi nasional sejak 2015. Artinya, tak sampai 10 tahun sejak disahkan, kedua UU itu lantas diusulkan untuk direvisi.

Anggota Komisi VII DPR dari Partai Gerindra Ramson Siagian mengatakan, sulit sekali untuk menuntaskan revisi kedua UU itu. Revisi tidak akan selesai tahun ini. Kemungkinan besar revisi akan dituntaskan setelah hajatan pemilu presiden dan wakil presiden dan pemilu legislatif rampung tahun depan. “Tahun 2018 jelas tidak akan selesai. Pembahasan revisi masih dalam tahap penyisiran oleh Badan Legislasi,” ujar Ramson saat dihubungi, Minggu (ll/11/2018), di Jakarta

Menurut Ramson, belum ada pembicaraan pembahasan antara Komisi VII DPR dan pemerintah. Selain itu, kata Ramson, semua sedang berfokus menghadapi Pemilu. Semua pimpinan dan anggota Komisi VII DPR ingin terpilih kembali menjadi anggota DPR periode 2019-2024.

Secara terpisah, pengajar pada Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi Universitas Trisakti, Jakarta, Pri Agung Rakhmanto, mengatakan, lambannya revisi UU Migas akan terus menimbulkan ketidakpastian investasi di sektor hulu migas. Hal itu dapat memicu keraguan investor. Padahal pemerintah sedang berusaha keras menarik investasi sebanyak mungkin ke dalam negeri. “Selain itu, ketidaksempurnaan dalam UU Migas tidak kunjung dibenahi, -yaitu pola hubungan bisnis dengan bisnis yang mestinya diterapkan dalam kontrak hulu-migas,” kata Pri Agung.

Menurut Pri Agung, skema kontrak hulu migas di Indonesia saat ini antara Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), yang mewakili Pemerintah Indonesia dengan kontraktor kontrak kerja sama (KKKS), tidak mencerminkan skema bisnis dengan bisnis. Hal itu berpotensi memunculkan kesalahan derivatif berupa ketidakpastian perpajakan ataupun perizinan yang tidak dapat diselesaikan oleh peraturan yang ada di bawah UU Migas.

Terkait revisi UU Pertambangan Mineral dan Batubara, Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (Iress) Marwan Batubara mengusulkan agar kelanjutan revisi lebih baik menunggu hasil pemilu. Ia khawatir revisi yang dipercepat menjelang pemilu legislatif membawa agenda tersembunyi untuk kepentingan kelompok tertentu. (APO)

Saham Freeport Tidak Bisa Diperoleh Secara Gratis

Kompas, 13 November 2018

KOMPAS.com – Holding Industri Pertambangan PT Inalum (Persero) akan meningkatkan kepemilikannya di PT Freeport Indonesia (PTFI) dari 9,36 persen menjadi 51,2 persen dengan membayar 3,85 miliar dollar atau senilai Rp 55 triliun. Namun ada asumsi jika seharusnya Indonesia bisa memilikinya secara gratis setelah Kontrak Karya (KK) perusahaan berakhir di 2021. Benarkah demikian?

Berdasarkan materi rapat dengar pendapatan antara komisi VII DPR RI, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Rabu (17/10/2018) dijelaskan, KK PTFI tidak sama dengan apa yang berlaku di sektor minyak dan gas, yang jika konsesi berakhir maka akan secara otomatis dimiliki pemerintah dan dikelola oleh Pertamina.

Dalam peralihan tersebut, pemerintah tidak mengeluarkan uang sepeser pun. Itu karena aset perusahaan migas dimiliki sepenuhnya oleh pemerintah, setelah sebelumnya membayar kontraktor lewat skema cost recovery senilai puluhan triliun rupiah. KK yang ditandatangani pada 31 Desember 1991 seharusnya memang berakhir pada 2021.

Namun, dalam hal ini terdapat perbedaan antara pemerintah dan raksasa tambang Amerika Freeport McMoRan (FCX), pemilik mayoritas PTFI, dalam menafsirkan substansi KK. FCX menafsirkan, mereka berhak mendapatkan perpanjangan KK hingga 2041 dan pemerintah tidak akan menahan atau menunda persetujuan tersebut secara “tidak wajar”.

Berdasarkan pengertian dari FCX, jika pemerintah tidak memperpanjang kontrak sampai Tahun 2041, maka akan menjadi landasan dasar bagi FCX untuk membawa masalah tersebut ke arbitrase internasional.

Peluang pemerintah untuk memenangkan arbitrase tidak terjamin. Jika kalah, pemerintah tak hanya diwajibkan membayar ganti rugi senilai miliaran dolar AS ke FCX, tapi juga seluruh aset pemerintah di luar negeri dapat disita jika pemerintah tidak membayar ganti rugi tersebut.

Sekalipun menang, pemerintah Indonesia tetap harus membeli aset PTFI minimal sebesar nilai buku berdasarkan laporan keuangan audited 2017, yang diestimasi sekitar 6 miliar dollar AS. Selain itu, proses panjang arbitrase akan berdampak pada ketidakpastian operasi serta membahayakan kelangsungan tambang deposit emas terbesar di dunia tersebut.

“Jika diasumsikan Indonesia menang dalam arbitrase sekalipun, berdasarkan ketentuan KK, Indonesia sesungguhnya juga tidak akan memperoleh tambang emas di Papua tersebut secara gratis,” kata Direktur Reforminer Komaidi Notonegoro dalam sebuah diskusi di televisi Swasta pertengahan tahun ini, seperti di keterangan tertulis yang Kompas.com terima, Rabu (13/11/2018).

Lebih lanjut, Komaidi mengatakan bahwa Pemerintah Indonesia tetap harus membeli aset PTFI minimal sebesar nilai buku yang berdasarkan laporan keuangan audited yang diestimasi sekitar 6 miliar dollar AS. Tak cuma itu, kata dia, pemerintah juga masih harus membeli infrastruktur jaringan listrik di area penambangan yang nilainya lebih dari Rp 2 triliun.

Dengan membayar Rp 55 triliun, Inalum akan mendapatkan keuntungan yang berlipat. Berdasarkan keterangan dari Inalum, dalam dengar pendapat dengan Komisi 7 DPR baru-baru ini, perusahaan tersebut akan mendapatkan kekayaan tambang yang terdiri dari emas, perunggu dan perak senilai lebih dari Rp 2,175 triliun. Diperkirakan setelah tahun 2022, Holding Industri Pertambangan tersebut juga akan mendapatkan Iaba bersih dari kekayaan tambang PTFI yang mencapai Rp 58 triliun per tahunnya.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul “Saham Freeport Tidak Bisa Diperoleh Secara Gratis”, https://ekonomi.kompas.com/read/2018/11/13/183000626/saham-freeport-tidak-bisa-diperoleh-secara-gratis.

Editor : Mikhael Gewati

Perlu Terobosan Pacu Produksi

KOMPAS; Rabu 05 Desember 2018

Hulu migas Indonesia dihadapkan pada problem penurunan produksi dan tiadanya penemuan cadangan migas skala besar. Pekerjaan rumah itu perlu melibatkan banyak pihak.

JAKARTA, KOMPAS- Upaya mendongkrak produksi serta menambah cadangan minyak dan gas bumi perlu melibatkan banyak pihak. Hal itu menjadi pekerjaan rumah. Termasuk bagi Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi atau SKK Migas yang dinilai tidak cukup Ieluasa menciptakan terobosan.

Pengajar pada Fakultas TeknoIogi Kebumian dan Energi Universitas Trisakti, Jakarta, Pri Agung Rakhmanto, mengatakan, peran SKK Migas masih penting untuk memfasilitasi operasi hulu migas di Indonesia. Institusi itu harus bisa memastikan bahwa seluruh rangkaian operasi eksplorasi ataupun produksi dapat terlaksana dengan baik. Hanya saja, ruang Iingkup SKK Migas relatif terbatas.

“Terobosan yang dibutuhkan sebenarnya Iebih banyak di level kebijakan. Misalnya, bagaimana meringkas banyak izin di lintas kementerian dan Iembaga bisa dibuat sistem satu atap saja di SKK Migas,” kata Pri Agung, Selasa (4/12/2018), di Jakarta.

Pri Agung menambahkan, dengan model yang ada sekarang ini, kebijakan hukum (perizinan dan peraturan) tidak menjadi domain SKK Migas, tetapi di tingkat kementerian. Yang dalam wewenang SKK Migas adalah bagaimana operasi hulu migas dapat berjalan efisien. Wewenang itu, antara lain, terletak pada proses persetujuan rencana pengembangan atau penyusunan program kerja dan anggaran.

Hulu migas Indonesia dihadapkan pada persoalan menantang, yaitu penurunan produksi dan tiadanya penemuan cadangan migas skala besar. Target produksi siap jual (lifting) minyak tahun ini diperkirakan di bawah target APBN sebesar 800.000 barel per hari. Per 2 Desember lalu, lifting minyak tercatat 751.452 barel per hari.

Selain itu, usaha pencarian cadangan migas terkendala keterbatasan dana. Sejak 2015, hanya delapan wilayah yang disurvei seismik oleh Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Tahun ini, anggaran survei hanya Rp 96 miliar di dua Iokasi dan tak ada anggaran untuk survei pada 2019.

Pemanfaatan teknologi

Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar mengatakan, eksplorasi menjadi kunci untuk penemuan cadangan migas baru di Indonesia. Faktor penting yang bisa menjawab tantangan di hulu migas adalah penggunaan teknologi, tata kelola yang efisien dan transparan serta sumber daya manusia yang unggul.

Apabila ketiga hal itu dipenuhi, tak tertutup kemungkinan upaya penemuan cadangan migas berskala besar dapat terwujud.

“Lapangan migas di Indonesia berusia tua, sudah puluhan tahun sehingga produktivitasnya berkurang. Padahal, konsumsi migas dari tahun ke tahun terus naik. Mau tidak mau, aktivitas hulu migas kita harus dapat menemukan cadangan baru berskala raksasa,” kata Arcandra.

Data SKK Migas menunjukkan, dari seluruh blok migas yang berproduksi di Indonesia saat ini, sekitar 45 persen di antaranya berusia lebih dari 25 tahun. Sementara blok yang berusia 15 tahun sampai 25 tahun sekitar 34 persen. Sebanyak 21 persen sisanya berusia kurang dari 15 tahun. Selain itu, sekitar 77 persen dari blok tersebut mengalami penurunan produksi.

Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan, penambahan cadangan migas di Indonesia bergantung pada investasi. Semakin tinggi investasi yang dibelanjakan, peluang mendapatkan cadangan migas yang besar semakin tinggi pula. SKK Migas juga mesti menuntaskan sejumlah kontrak wilayah kerja yang bakal habis masa berlakunya sampai 2023 mendatang.

Dwi Soetjipto dilantik sebagai Kepala SKK Migas oleh Menteri ESDM Ignasius Jonan pada Senin (3/12) di Jakarta. Dwi menggantikan Amien Sunaryadi yang sudah habis masajabatannya Sebelumnya, Dwi adalah Direktur Utama PT Pertamina (Persero) sejak akhir 2014 sampai awal 2017. (APO)

Cómo se regula la proteína de insulina humana y sentir debido a la disfuncion erectil es alternativo que tenga una causa fisica, todas las características farmacocinéticas del genérico de Vardenafil son iguales al medicamento original. Ninguna solicitud desde el fabricante y inconveniente para albergar una ereccion con cierta pareja. Estimulantes erectiles naturales Cialis Genérico barcelona Viagra precio farmacia guadalajara o si Sildenafil no le asienta puede ver la opción de comprar Levitra online.