Saat Harga Minyak Lewati Batas Kritis
Komaidi Notonegoro
Direktur Eksekutif ReforMiner Institute
Jawapos.com:Selasa, 31 Mei 2016

Sebaran Potensi Limbah Biomassa Untuk Kelistrikan

Screenshot 2

Kunci Keberhasilan Proyek 35.000 MW Tergantung pada PLN

(investor daily: Rabu 25 Mei 2016)

JAKARTA – Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menilai program 35.000 MW sulit direalisasikan tepat waktu. Agar program tersebut bisa selesai sesuai jadwal yang direncanakan (2015-2019), diperlukan kesungguhan seluruh pemangku kepentingan, terutama PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) (PLN).”Dari aspek teknis dan bisnis target tersebut relatif sulit untuk direalisasikan dalam kurun waktu yang ditetapkan. Untuk itulah sebagai pelaksana program 35.000 MW, PLN menjadi faktor kunci yang akan menentukan keberhasilan (tepat waktu atau tidak) dari pelaksanaan program tersebut,” kata Komaidi di Jakarta, Selasa (25/5).

Terkait kesungguhan PLN, ReforMiner antara lain menyoroti pembatalan lelang proyek PLTU Jawa 5 yang rencananya dibangun di Serang dengan kapasitas sebesar 2.000 MW oleh PLN. Proyek tersebut merupakan bagian dari program 35.000 MW. Menurut Komaidi, pembatalan tersebutakan menjadi preseden yang kurang baik bagi keberlanjutan pelaksanaan program raksasa itu.

Selain itu, PLN telah melakukan perubahan konsep lelang secara sepihak dalam proyek Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Jawa 1, yang juga merupakan bagian dari megaproyek 35.000 MW. Jika dalam konsep semula, PLN melelang secara integrasi antara eletricity solution dan gas solution, sekarang PLN memisahkan penyediaan gasnya.

“Pembatalan proses lelang yang sedang berjalan atau bahkan telah diputuskan, akan memunculkan keraguan para investor, baik yang akan masuk maupun yang telah telah terlibat dalam program tersebut,” kata Komaidi.

Secara keseluruhan ReforMiner menilai, sejak awal, program 35.000 MW memang tidak dapat diselesaikan dengan cara yang biasa-biasa. ltu sebabnya, selain harus bersungguh-sungguh, PLN juga tidak dapat. bertindak hanya dalam perspektif korporasi. Tetapi juga, lanjutnya, perlu bertindak sebagai kepanjangan tangan pemerintah (negara).

Komaidi menggambarkan, untuk status proyek 35.000 MW yang sudah COD/SLO baru sebesar 3 MW. Artinya, baru sekitar O,Dl % dari keseluruhan program. “Sekitar 41 % program saat ini dalam posisi financial close dan konstruksi, 22 % dalam proses pengadaan, dan 37 % dalam proses perencanaan,” kata dia.

Sedangkan dari keseluruhan program 35.000 MW, imbuh Komaidi, saat ini baru sebesar 14.436 MW proyek yang terkontrak yang terdistribusi atas 2.815 MW dikerjakan PLN dan 11.621 MW dikerjakan IPP. Sementara sebesar 21.105 MW dari program tersebut sampai saat ini belum terkontrak.

Hal lain yang juga harus mendapat perhatian serius adalah terkait pengadaan lahan. Berdasarkan data yang ada, sampai dengan 2016 terdapat 113 proyek 35.000 MW di Sumatera, Kalimantan, Jawa-Bali, Papua, Maluku, Sulawesi, dan Nusatenggara yang pengadaan lahannya masih bermasalah.

Masalah lain, kata dia, bahwa program tersebut sebagian belum masuk dalam rencana induk RTRW suatu wilayah. Berdasarkan informasi yang dihimpun baru sekitar 51 % proyek 35.000 MW yang telah masuk dalam Perda dan RTRW dalam wilayah yang bersangkutan.

Direktur Institut Bisnis dan Ekonomi Kerakyaatan (lbeka) Tri Mumpuni menilai, perubahan dalam pelaksanaan lelang proyek listrik akan berdampak sangat buruk terhadap kondisi kelistrikan tanah air. upaya pemerintah agar seluruh masyarakat bisa menikmati listrik bisa terancam. Tri menyesalkan perubahan aturan lelang secara sepihak oleh PLN. “Hal itu akan menambah carut-marut kelistrikan nasional. Harusnya PLN merespons positif dan mengikuti kebijakan pemerintah, bukan bertindak semaunya,” kata wanita yang juga dijuluki “wanita listrik” itu.

MenurutTri, ketidakkonsistenan PLN akan merugikan konsorsium yang sudah mempersiapkan aturan main yang ada sejak awal. Jika saja PLN menghormati etika bisnis dan berpedoman pada win-win solution, tentu tidak begitu saja mengubah konsep lelang. “Sederhana sebenarnya. Karena dalam bisnis, PLN harus untung, begitu pula dengan investor. Tetapi perubahan konsep lelang, jelas sangat merugikan investor,” kata Tri, sembari berharap agar Presiden Jokowi turun langsung menyelesaikan persoalan ini. (es)

PLN Faktor Kunci Keberhasilan Program 35.000 MW

Metrotvnews.com,

Jakarta: Program 35.000 MW dinilai sulit direalisasikan tepat waktu. Agar program tersebut bisa selesai sesuai jadwal yang direncanakan (2015-2019), diperlukan kesungguhan seluruh pemangku kepentingan, terutama PT Perusahaan Listrik Negara (Persero).

“Dari aspek teknis dan bisnis target tersebut relatif sulit untuk direalisasikan dalam kurun waktu yang ditetapkan. Untuk itulah sebagai pelaksana program 35.000 MW, PLN menjadi faktor kunci yang akan menentukan keberhasilan (tepat waktu atau tidak) dari pelaksanaan program tersebut,” kata Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro dalam siaran persnya di Jakarta, Selasa (24/5/2016).

Terkait kesungguhan PLN, ReforMiner antara lain menyoroti pembatalan lelang proyek PLTU Jawa 5 yang rencananya dibangun di Serang dengan kapasitas sebesar 2.000 MW oleh PLN. Proyek tersebut merupakan bagian dari program 35.000 MW. Menurut Komaidi, pembatalan tersebut akan menjadi preseden yang kurang baik bagi keberlanjutan pelaksanaan program raksasa itu.

Selain itu, PLN telah melakukan perubahan konsep lelang secara sepihak dalam proyek Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Jawa 1, yang juga merupakan bagian dari megaproyek 35.000 MW. Jika dalam konsep semula, PLN melelang secara integrasi antaraelectricity solutiondangas solution,sekarang PLN memisahkan penyediaan gasnya.

“Pembatalan proses lelang yang sedang berjalan atau bahkan telah diputuskan, akan memunculkan keraguan para investor, baik yang akan masuk maupun yang telah telah terlibat dalam program tersebut,” kata Komaidi.

Tidak hanya pembatalan dan perubahan aturan main dalam lelang proyek. Molornya waktu penyusunan Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2016-2025 oleh PLN, juga berdampak terhadap pelaksanaan program 35.000 MW. Hal itu, kata Komaidi, karena RUPTL merupakan basis dari pengembangan kelistrikan nasional, termasuk program 35.000 MW.

“Permasalahan penyusunan RUPTL tersebut juga mencerminkan adanya permasalahan antara pemerintah dengan PLN selaku pelaksana program,” jelas Komaidi.

Secara keseluruhan ReforMiner menilai, sejak awal, program 35.000 MW memang tidak dapat diselesaikan dengan cara yang biasa-biasa. Itu sebabnya, selain harus bersungguh-sungguh, PLN juga tidak dapat bertindak hanya dalam perspektif korporasi. Tetapi juga, lanjutnya, perlu bertindak sebagai kepanjangan tangan pemerintah (negara).

Sampai saat ini, pelaksanaan program 35.000 MW memang masih jauh dari harapan. Komaidi menggambarkan, untuk status proyek 35.000 MW yang sudah COD/SLO baru sebesar 3 MW. Artinya, baru sekitar 0,01 persen dari keseluruhan program.

“Sekitar 41 persen program saat ini dalam posisifinancial closedan konstruksi 22 persen dalam proses pengadaan, dan 37 persen dalam proses perencanaan,” tambah dia.

Sedangkan dari keseluruhan program 35.000 MW saat ini baru sebesar14.436 MW proyek yang terkontrak yang terdistribusi atas 2.815 MW dikerjakan PLN dan 11.621 MW dikerjakan IPP.

“Sementara sebesar 21.105 MW dari program tersebut sampai saat ini belum terkontrak,” pungkasnya.

Proyek 35 Ribu MW Dapat Atasi Masalah Listrik RI

(liputan6.com: Selasa, 24 Mei 2016)

JAKARTA RefoMainer Institute memandang kasus pemadaman listrik di wilayah Nias menegaskan sampai saat ini penyediaan listrik nasional masih sangat rentan. Namun, program pembangkit listrik 35 ribu Mega Watt (MW) dapat memperkuat kelistrikan tersebut.

Direktur Eksekutif RefoMainer Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, jika dibandingkan negara Asia Tenggara lainnya, sejumlah indikator kelistrikan Indonesia relatif tertinggal. Salah satu, konsumsi listrik per kapita Indonesia masih tertinggal dibandingkan dengan Singapura dan Malaysia.

“Bagitu pula dengan rasio kapasitas terpasang per seribu penduduk, Indonesia juga tertinggal dibandingkan negara ASEAN yang lain,” kata Komaidi, di Jakarta, Senin (23/5/2016).

Komaidi melanjutkan, rasio kapasitas terpasang per seribu penduduk dari Singapura 2,03 Mega Watt (MW), Brunei Darussalam 1,84 MW, Malaysia 0,98 MW, dan Thailand 0,81 MW, sedangkan rasio kapasitas terpasang listrik Indonesia tercatat baru sekitar 0,19 MW untuk per seribu penduduk.

Namun, pemerintah dipandang tidak tinggal diam melalui terobosannya yaitu program kelistrikan 35 ribu MW yang dicanangkan pemerintah Presiden Joko Widodo dan program percepatan kelistrikan 10 ribu MW pertama dan kedua yang dicanangkan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono daapat mengatasi kerentanan kelistrikan tersebut.

“Mengacu pada permasalahan yang ada tersebut, ReforMiner menilai program 35 ribu MW yang dilaksanakan oleh pemerintahan Jokowi-JK dan program 10.000 MW I & II yang telah dilaksanakan oleh pemerintahan Presiden SBY sebelumnya merupakan terobosan yang sangat tepat,” ungkap Komaidi.

Program pembangunan infrastruktur listrik 35 ribu MW sangat penting bagi Indonesia. Hampir semua infrastruktur yang tengah diprogramkan pemerintah tak terlepas dari kebutuhan akan listrik. Proyek ini dinilai mendesak untuk dibangun.

Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki menyatakan, pemerintah berkomitmen untuk menyediakan banyak infrastruktur yang dibutuhkan investor. Bendungan, jalan tol, jalur kereta, irigasi dan proyek lainnya membutuhkan pasokan listrik.

Teten, di acara diskusi dengan Kementerian ESDM, PT PLN, Gabungan Pengusaha Makanan dan Minum serta media, menyebut pemerintah akan terus mengawal dan memonitor perkembangan pembangunan distribusi listrik di seluruh Indonesia.

Dalam rangka meningkatkan ketersediaan dan akses terhadap listrik di seluruh daerah di Indonesia, pemerintah menargetkan untuk meningkatkan rasio elektrifikasi dari 88 persen di 2015 menjadi 97 persen di akhir 2019.

Direktur Jenderal Ketenagalistrikan, Jarman mengatakan, dalam program pembangkit listrik 35 ribu MW,Kementerian ESDM Meluncurkan program Indonesia Terang (PIT), demi mengerjar target rasio elektrifikasi tadi.

PIT adalah bagian dari terobosan kebijakan dan peningkatan kapasitas. Program ini harus segera diselesaikan untuk memenuhi target rasio elektrifikasi di Indonesia,” tutur Jarman.

Berdasarkan data Kementerian ESDM , kapasitas pembangkit listrik terpasang sampai akhir 2015 sebesar 55.528,8 MW. Angka ini, lanjutnya, sudah meningkat sebesar 2.996,8 MW sejak Oktober 2014

 

Hingga Akhir Tahun, Harga Minyak Diramalkan Naik

(kompas.com: Kamis 19 Mei 2016)

JAKARTA – Harga minyak dunia yang merangkak naik beberapa pekan belakangan diperkirakan akan berlanjut hingga akhir tahun. Direktur Reforminers Institute Pri Agung Rakhmanto bahkan menyebut ada peluang harga minyak bergerak di kisaran 60 – 70 dollar AS per barrel. “Sekarang ini kan ada perubahan konstelasi yang menyebabkan ada sentimen positif ke harga minyak, yaitu pengurangan suplai di pasar minyak dunia, kemudian adanya pergantian Menteri Perminyakan Arab Saudi,” kata Pri kepada Kompas.com, Kamis (19/5/2016).

Menurut Pri, perombakan di Arab Saudi yang menggeser Ali al-Naimi dari jabatan Menteri Perminyakan memberikan dampak serius terhadap sentimen kenaikan harga minyak dunia. “Karena pendekatan Arab Saudi terhadap pasar ini akan berubah. Mungkin akan lebih kompromistis dan tidak sekadar membanjiri suplai, makanya sentimennya positif,” ungkap Pri.

Lebih lanjut, ia menambahkan, besar kemungkinan pengganti Ali al-Naimi tidak akan mem-freeze produksi. Lebih lanjut dia bilang, dengan harga minyak pekan ini saja yang hampir menyentuh 50dollar AS per barrel, ke depan terbuka kemungkinan harga minyak terus bergerak naik. “Kita melihatnya 60-70 dollar AS itu terbuka. Paling tidak 60 dollar AS itu lebih bisa digambarkan,” ucap Pri.

Perbandingan Harga Minyak Solar 2016

Perbandingan Harga Minyak Solar 2016

perbandingan harga solar

Sumber; Berbagai sumber,diolah.

OPINION: National Oil and Gas Upstream Renaissance
Pri Agung Rakhmanto:
Dosen FTKE Universitas Trisakti, Pendiri ReforMiner Institute
KOMPAS:11 May 2016

Kebangkitan Hulu Migas Nasional
Pri Agung Rakhmanto;
Dosen FTKE Universitas Trisakti, Pendiri ReforMiner Institute
Kompas: Rabu, 11 Mei 2016

Respon Konkret Untuk Hulu Migas
Pri Agung Rakhmanto : 
Dosen FTKE Universitas Trisakti, Pendiri ReforMiner Institute
Petrominer: Senin, 9 Mei 2016