Urgensi Pembangunan Kilang
Pri Agung Rahkmanto
Dosen Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi Universitas Trisakti;
Pendiri ReforMiner Institute
KOMPAS, Selasa 26 Juni 2012

ReforMiner Usul Pisahkan Dua Fungsi PGN

Mediaindonesia.com, 24 Juni 2012

JAKARTA–MICOM: Menyusul tudingan BP Migas yang menilai PT Perusahaan Gas Negara “egois”, Direktur ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto mengatakan, pemerintah mesti memisahkan fungsi “transporter” dan “trader” yang selama ini dijalankan PGN.

“Transporter tidak boleh sekaligus menjadi ‘trader’,” katanya di Jakarta,

PERAN PGN: Hindari Monopoli, DPR Usul Direposisi

Bisnis.com –20 Juni 2012

JAKARTA–Wakil Ketua Komisi VII DPR Zainuddin Amali mengusulkan peran PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk direposisi.

Menurutnya, memang seharusnya peran PGN direposisi. Saat ini PGN dengan alami berperan sebagai transporter sekaligus trader. Padahal, kedua fungsi tersebut sangat berbeda sehingga harus dipisahkan.

“Harus dipisah dong. Fungsinya kan beda, yang satu sebagai trader lebih berkonsentrasi kepada pelayanan. Sedangkan yang trasporter lebih berkonsentrasi mengantarkan gas,” kata Zainuddin, Rabu (20/6/12).

Dia menjelaskan jika peran PGN direposisi, akan memperbaiki tata kelola gas. Kemudian, industri di hulu dan hilir akan bagus. “Saat ini kan PGN lebih banyak di hilir, di jasa perdagangan,” tegasnya.

Dia menambahkan wacana reposisi peran PGN itu ditindaklanjuti DPR pada saat rapat dengar pendapat rutin dengan anggota Komisi VII DPR.

Komaidi Notonegoro, Wakil Direktur Reforminer Institute, mengatakan usulan DPR tersebut tepat. Dalam konteks pengusahaan gas, secara alami PGN telah menjadi korporasi yang monopoli.

“Karena hampir 75 %-85 % pipa transmisi dan distribusi gas dikuasai oleh PGN,” kata Komaidi ketika dihubungi melalui telepon.

Menurutnya, dalam bentuk pasar yang demikian, jika tidak dipisahkan, berpotensi merugikan kedua belah pihak, baik sektor hulu gas maupun pengguna gas (industri).

Konsumen dan produsen menjadi tidak punya pilihan lain karena pasarnya dimonopoli.

“Karenanya, meskipun berat, industri dan pengusaha gas tunduk atas aksi korporasi PGN. Ini saya kira tidak sehat,” ungkap Komaidi.

Pemerintah harus mereposisi PGN karena melanggar Peraturan Menteri ESDM No. 19 tahun 2009 tentang Kegiatan Usaha Gas Bumi melalui Pipa.

Dalam Permen tersebut disebutkan bahwa badan usaha pemegang izin usaha pengangkutan gas bumi melalui pipa dan hak khusus dilarang melakukan kegiatan usaha niaga gas bumi melalui pipa pada fasilitas pengangkutan gas bumi yang dimilikinya atau dikuasainya.

Kemudian, badan usaha pemegang izin usaha pengangkutan gas bumi melalui pipa dan hak khusus yang melakukan kegiatan usaha niaga gas bumi melalui pipa pada fasilitas pengangkutan gas bumi yang dimilikinya, maka wajib membentuk badan usaha terpisah dan mempunyai izin usaha niaga gas bumi melalui pipa.

Saat ini PGN mengalirkan gas miliknya melalui pipa Sumatra Selatan-Jawa Barat yang juga dikuasainya.

“Ini melanggar aturan. Dengan kata lain, saat ini PGN memiliki fungsi merangkap dan posisinya tersebut berdampak negatif, baik di hulu migas maupun industri,” ujar Komaidi.

Soal anggapan monopoli yang dilakukan PGN, Evita Herawati Legowo, Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM, mengatakan bahwa tidak ada larangan untuk badan usaha lain melakukan kegiatan usaha niaga gas bumi melalui pipa pada fasilitas pengangkutan gas bumi yang dimilikinya

“Badan usaha boleh, memang aturannya tidak ada larangan, jadi bukan hanya PGN yang boleh,” ujar Evita, Selasa (19/6).

Namun, menurut Komaidi, monopoli sudah terjadi dan masalah tidak sesederhana demikian. “Saya kira aturannya baik, namun butuh waktu yang relatif panjang,” katanya.

Membangun pipa, sambungnya, tidak mudah. Hal ini karena terkait dengan biaya investasi dan kalkulasi bisnis yang lain.

Seperti diketahui, per 15 Mei 2012, PGN menaikkan harga gas untuk pelanggan industri di Banten, Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Sumatra Selatan dari US$ 6,9 per MMBtu menjadi US$ 10,2 per MMBtu

 

KILANG BBM: Hanya 2 Opsi, Dibangun Pemerintah Atau Gandeng Investor

Bisnis.com06 Juni 2012

JAKARTA: Pilihan dalam percepatan pengembangan kilang BBM nasional hanya ada dua, yakni dilaksanakan sepenuhnya oleh pemerintah atau memberikan insentif fiskal dan nonfiskal yang diperlukan investor.

Menurut Pri Agung Rakhmanto, Direktur Eksekutif

RI Tak Biasa Beri Insentif Kilang Minyak

TEMPO.CO, 06 Juni 2012

Jakarta – Direktur Eksekutif Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto memaparkan pemberian insentif kilang merupakan hal yang wajar diberikan pemerintah di luar negeri. “Negara Asia Pasifik itu berlomba kasih insentif. Mereka juga kasih sewa lahan murah dan lainnya,”