Pemerintah Dinilai Bingung Atasi Masalah BBM Bersubsidi

DetikFinance, 28 Juni 2011

Jakarta – Pemerintah belum memberikan sinyal untuk menaikkan harga BBM Berubsidi meski harga minyak mentah dunia masih tinggi dan dan kuota konsumsi BBM bersubsidi sudah melebihi jatah dalam APBN. Sikap tersebut jelas menunjukkan ‘kebingungan’ pemerintah untuk menghadapi masalah BBM.

Pengamat Perminyakan, Pri Agung Rakhmanto, mengatakan jika pemerintah tidak mau menaikkan harga maka pemerintah harus bersiap menambah anggaran untuk BBM Bersubsidi yang kuotanya terancam jebol di akhir tahun.

“Kita akan lihat ke situ, jika tidak dinaikkan (harga BBM Bersubsidi), maka pilihannya adalah menambah anggaran. Jika menambah anggaran, berarti scara keseluruhan defisit APBN akan bertambah,” katanya saat dihubungi detikFinance, Selasa (28/6/2011).

Namun, menurutnya hal ini bukanlah hal yang perlu dijadikan solusi. Apalagi, jika penambahan anggaran untuk BBM Bersubsidi nantinya diperoleh dari utang.

“Tidak boleh senang, jika nutupnya pakai utang. Kalau memang pemerintah tidak mau menaikkan, tapi tetap dilakukan penghematan anggaran itu lebih baik,” ujar Pri Agung.

Meskipun belakangan ini pemberitaan mengenai wacana kenaikan harga BBM Bersubsidi mulai mereda, seharusnya pemerintah sudah ada keputusan yang kongkret mengatasi hal ini. Karena disparitas antara harga Premium Cs (BBM Bersubsidi) dengan Pertamax Cs (BBM Non Subsidi) masih lebar, sehingga masih banyak orang yang beralih membeli Premium. Implikasi terakhirnya adalah ‘bobolnya’ kuota BBM Bersubsidi.

“Harga Pertamax memang masih tinggi, dia menunggu evalusi dari harga minyak dunia kan. Maka itu, pemerintah tidak perlu bingung, harus ada keputusan. Jika tidak dinaikkan, dan ada penambahan anggaran, maka masyarakat harus tahu penambahan anggaran tersebut dikompensasikan ke mana? Jika ternyata dikompensasikan ke utang, siapa tahu masyarakat malah lebih memilih supaya harga BBM Bersubsidi dinaikkan ketimbang pemerintah harus hutang,” ungkapnya.

Menko Perekonomian Hatta Rajasa sebelumnya menegaskan, meskipun harga minyak dan subsidi BBM terus melonjak, pemerintah tidak mempunyai rencana sama sekali untuk menaikkan harga BBM subsidi.

Kontraktor Migas Ajukan Uji Materi

Kompas, 28 Juni 2011

JAKARTA, Asosiasi Perminyakan Indonesia meminta pengujian materi atas Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010. Asosiasi menilai peraturan tersebut bertentangan dengan undang-undang di atasnya dan menimbulkan ketidakpastian investasi.

“PP ini bertentangan dengan Undang-Undang Migas maupun Undang-Undang Perpajakan dan dalam jangka panjang berpotensi merugikan negara,” ujar Ketua Asosiasi Perminyakan Indonesia Ron Aston, Senin (27/6), di Jakarta.

PP No 79/2010 mengatur tentang biaya operasi yang dapat dikembalikan dan perlakuan pajak penghasilan di bidang hulu migas. Peraturan yang lebih dikenal dengan sebutan PP Cost Recovery itu terbit pada 20 Desember 2010. Permintaan uji materi diajukan Asosiasi Perminyakan Indonesia ke Mahkamah Konstitusi pada 16 Juni 2011.

Asosiasi Perminyakan Indonesia mengidentifikasi setidaknya 20 poin dalam peraturan itu yang berpotensi menimbulkan masalah. Salah satunya Pasal 38 Butir b yang mewajibkan semua kontrak migas yang telah berlaku mengikuti perubahan sesuai PP itu dalam waktu tiga bulan. Perubahan menyangkut besaran penerimaan negara, besaran biaya operasi yang bisa dikembalikan, dan norma biaya operasi yang bisa dikembalikan.

Ron Aston mengatakan, bagi kontrak migas yang sudah berjalan, PP tersebut tidak sesuai dengan prinsip kontrak bagi basil. “Ada pemahaman keliru, cost recovery bukanlah pengembalian biaya oleh negara. Dalam prinsip kontrak bagi hasil, negara ikut tanggung investasi,” kata Ron.

Wakil Ketua Asosiasi Perminyakan Indonesia Jim Taylor mengatakan, adanya perubahan ketentuan perpajakan yang harus diikuti membuat kontraktor menunda rencana investasi mereka. Hal ini membuat PP Cost Recovery kontraproduktif dengan upaya peningkatan produksi migas. “Sudah terjadi, beberapa perusahaan migas meninjau ulang rencana investasi. Berdasarkan perhitungan, jika kondisi ini terus dibiarkan akan berakibat pada penurunan produksi. Dalam lima tahun, potensi penurunan produksi bisa mencapai 150.000 barrel per hari,” ujar Jim.

Pengamat perminyakan Pri Agung Rakhmanto mengatakan, PP Cost Recovery bukan merupakan peraturan pelaksana dari Undang-Undang Migas, tetapi turunan Undang-Undang Nomor 7 Tabun 1983 tentang Pajak Penghasilan. “Dapat dikatakan kehadiran PP Cost Recovery ini sesungguhnya tidak mutlak diperlukan di sektor migas karena UU Migas sendiri tidak mengamanatkan,” kata Pri Agung. Baca Selengkapnya

Lucu! Urusan Pembatasan BBM Subsidi Bawa-bawa Ulama

DetikFinance, 27 juni 2011

Jakarta - Langkah Menteri ESDM Darwin Zahedy Saleh yang menggandeng Majelis Ulama Indonesia (MUI), menghimbau masyarakat mampu untuk tak membeli BBM bersubsidi direspons reaktif oleh banyak pihak. Ada yang menganggap tindakan Darwin menjadi lucu dan tak bijaksana.

“Sangat tidak bijaksana kalau membawa agama. Urusan penyelenggaraan pemerintahan di sektor energi kok harus sampai bawa-bawa ke yang mengurusi keagamaan,” kata Pengamat Perminyakan Pri Agung Rakhmanto kepada detikFinance, Jakarta, Senin (27/6/2011).

Ia menilai tindakan tersebut sangat tidak wajar, seharusnya pemerintah bisa mengurusi hal tersebut tanpa membawa para ulama. Menurutnya pemerintah sepantasnya mengurusi permasalahan energi dengan aturan pemerintahan yang kongkret.

“Ini kurang pas saja. Ini kan jadinya lucu kan? karena jadi seperti menggunakan atau memanfaatkan agama,” ucapnya.

Menurutnya jika urusan dengan tuhan atau agama lebih baik diurusi secara personal atau individu masing-masing. Sehingga masalah urusan pemerintahan itu harus diatur oleh pemerintahan sendiri.

“Ini seperti memperlihatkan ketidakmampuan dalam mengelola dan mengatur sektor energi kan? Makanya yang kongkrit sajalah. Pemerintah urusi masalahnya dengan pemerintahan. Saya juga gak tahu kenapa bisa seperti ini,” ucapnya.

Seperti diketahui, hari ini Kementerian ESDM (Energi Sumber Daya Mineral) bersama dengan MUI mengadakan pertemuan untuk membahas program pengembangan budaya hemat energi.

Pada acara itu salah satu Ketua MUI Ma?ruf Amin mengatakan, orang mampu yang seharusnya dapat membeli BBM non subsidi akan berdosa jika tetap membeli BBM bersubsidi. BBM bersubsidi sudah seharusnya diperuntukkan bagi orang yang berhak.

Realisasi Evaluasi Kontrak Karya Diragukan

DetikFinance, 6 September 2011

Jakarta – Keinginan Presiden SBY untuk mencapai memproduksi minyak (lifting) 1 juta barel per hari dinilai masih mustahil dilaksanakan. Saat ini Indonesia masih belum memiliki proyek peningkatan minyak yang skala besar.

Demikian diungkapkan Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto kepada detikFinance, Selasa (6/9/2011).

“Kemungkinan tidak akan bisa, karena satu-satunya andalan untuk meningkatkan produksi secara signifikan saat ini hanyalah dari Blok Cepu yang paling cepat baru bisa berproduksi dengan kapasitas penuh pada pertengahan atau akhir 2013,” tanggap Pri Agung.

Sejauh ini pula, katanya, Indonesia juga tidak ada pelaksanaan proyek EOR (Enhance Oil Recovery/peningkatan produksi minyak) dalam skala yang sangat besar. “Maka itu tidak ada yang bisa diharapkan untuk meningkatkan produksi,” lanjutnya.

Dirinya menilai, satu-satunya yang bisa dilakukan dan diharapkan adalah melalui optimalisasi lapangan-lapangan tua yang cadangannya terus menurun.

“Itu pun, pada saat blok Cepu nanti sudah berproduki penuh (dengan kapasitas 165.000 barel minyak per hari) belum tentu cukup untuk menutup penurunan alamiah dari lapangan tua yang ada,” tambahnya.

Oleh karena itu, dirinya menyimpulkan produksi minyak 1 juta barel sehari belum tentu dapat tercapai. “Iklim investasi untuk eksplorasi migas juga sangat tidak kondusif sehingga kegiatan eksplorasi migas sangat minim dilakukan dalam 10 tahun terakhir. Itu penyebab utamanya sebetulnya,” kata Pri Agung.Di tempat yang berbeda, anggota Komisi VII DPR RI, Satya W Yudha mengatakan cara satu-satunya yang paling realistis dilakukan adalah dengan cepat mengoptimalkan lapangan dan sumur migas yang sudah tua di Indonesia.

“BP Migas (Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas) juga harus mampu mencegah adanya unplanned shutdown dengan melakukan pengawasan di lapangan secara ketat bersama dengan pihak Kontraktor Migas yang mengoperatori tiap-tiap lapangan migas,” ujarnya.

Satya menilai, unplanned shutdown (berhentinya pengoperasian produksi migas yang tidak terencana) tidak semata-mata diakibatkan karena adanya keadaan alam. Tapi juga diakibatkan adanya kerusakan fasilitas produksi seperti misalnya kebocoran pipa. “Hal-hal seperti itu yang perlu diawasi,” tukasnya.

Seperti diketahui, Presiden SBY ingin meningkatkan produksi minyak Indonesia menjadi 1 juta barel per hari (bph) maksimal pada 2013. Kementerian ESDM harus melaporkan langkah yang harus dilakukan.

Hal tersebut disampaikan oleh Menko Perekonomian Hatta Rajasa usai menghadiri sidang kabinet hari ini. “Menghadapi ketidakpastian harga minyak yang meningkat atau stabil tinggi, presiden meminta tingkatkan lifting minimum 1 juta dalam waktu singkat maksimal 2013,” tutur Hatta.

INILAH.COM, 12 Juni 2011 Jakarta – Kalangan pengamat meragukan realisasi evaluasi seluruh kontrak karya oleh pemerintah. Untuk kontrak karya yang berkeadilan, harus menjadikan negara-negara maju sebagai benchmark.

Pengamat energi Pri Agung Rakhmanto mengaku tidak mengerti apa maksud dan konteks disuarakan kembali soal evaluasi dan negosiasi kontrak karya. Menurutnya, isu ini merupakan perbincangan lama.

Tapi, lanjutnya, tak ada angin tak ada hujan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyuarakannya kembali. Dia terus terang, masih meragukan realisasinya. Tapi, dari sisi substansinya, berbagai kontrak karya (KK) memang harus diaudit, dievaluasi dan direnegoisasi, katanya kepada INILAH.COM, di Jakarta, Jumat (10/6).

Dia menjelaskan, tarif royalti kontrak karya di Indonesia terlalu rendah hanya berkisar 1-3,5%. Itupun dikenakan terhadap penerimaan bersih dan bukan terhadap penerimaan kotor. Artinya sudah dikurangi berbagai biaya sehingga porsi untuk negara sangat kecil, ujarnya.

Padahal, lanjutnya, dalam kontrak karya, yang digunakan adalah sistem konsesi yakni penyerahan wilayah untuk dikelola kontraktor sehingga pengawasannya lemah. Karena pengawasannya lemah dan tarif royalti dikenakan pada penerimaan bersih, yang didapat negara akan sangat rendah, timpal Pri Agung.

Sementara itu, untuk kontrak karya pertambangan umum, yang diterima negara tidak lebih dari 20% dan 80% untuk kontraktor dari nilai penjualan. Sedangkan pertambangan minyak dan gas (migas) 50% untuk pemerintah dan 50% untuk kontraktor. Artinya, penerimaan negara dari pertambangan umum jauh tidak optimal. Migas, sudah relatif lebih baik dibandingkan pertambangan umum, ucapnya.

Karena itu, Pri Agung menyarankan, jika kontrak karya itu akan di-benchmark dengan negara lain, jangan dibandingkan dengan negara Afrika yang kondisinya sama-sama dieksploitasi dengan Indonesia dan Papua Nugini. Jika mengunakan royalti harus mengacu ke negara-negara maju seperti AS dan Eropa, ucapnya.

Negara-negara maju menerapkan tarif royalti 20-30% terhadap penerimaan kotor seperti di Inggris, Belanda dan Nowegia. Ini sangat berbeda jauh dengan tarif royalti di Indonesia yang hanya 1-3,5% dari penerimaan bersih, tukasnya.

Tapi, imbuhnya, Indonesia juga, tidak bisa dibandingkan dengan Venezuela yang posisi tawarnya jauh lebih kuat dibandingkan Indonesia. Sebab, sumber daya terutama minyak dan gas di Venezuela jauh lebih melimpah, ungkapnya.

Karena itu, dia menegaskan, jika kontrak karya ingin berkeadilan, harus menjadikan negara-negara maju tadi sebagai benchmark dari sisi tarif royalty. Jadi, dengan tarif royalti 20% ditambah pajak, nilainya akan sama dengan bagi hasil migas Indoneisa (50%:50%). Saat ini, tarif royalti hanya 1% untuk Freeport, emas 1% dan perak bisa 1-3,5% tergantung harganya, imbuhnya.Presiden Yudhoyono telah meminta jajarannya segera melakukan evaluasi terhadap seluruh Kontrak Karya (KK) yang ada di Indonesia. Saya tidak akan menyalahkan masa lalu, bisa jadi dulu memang kita sangat memerlukan investasi untuk industri kita. Barangkali bargaining position kita juga tidak sekuat sekarang, maka terjadilah kontrak itu. Tetapi manakala kontrak itu sangat menciderai rasa keadilan dan tidak logis, ada pintu untuk renegosiasi ulang, kata SBY di Kantor Presiden.

Pemerintah kata SBY, akan intensif melakukan evaluasi seluruh kontrak-kontrak yang dirasa merugikan negara. SBY meminta, bila hasil audit menyatakan bahwa kontrak karya yang terjadi ternyata menguntungkan sekelompok pihak dan merugikan banyak pihak lainnya, jangan sampai terjadi lagi.

Sebelumnya, Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan juga mengatakan, saat ini pihaknya tengah berkoordinasi dengan Kementerian ESDM dan Pemerintah Provinsi di seluruh Indonesia untuk mendata perusahaan pertambangan.

Sebab, menurut Menhut, sesuai yang dilaporkan Kementerian ESDM, bahwa dari sekitar 8.000 usaha pertambangan yang beroperasi, hanya sekitar 3.000 yang memiliki izin. 5.000 lainnya bermasalah pada perizinan, tumpang tinduh kawasan hutan untuk kegiatan pertambangan dan kehutanan. Ini yang ingin kita tata ulang kembali, tegas Zulkifli. [mdr

Tahun Depan Pemerintah Jangan Labil Sikapi BBM Bersubsidi

DetikFinance, 11 Juni 2011

Jakarta – Pemerintah diminta supaya melakukan langkah kongkrit dalam hal menyikapi pagu indikatif kuota BBM Subsidi yang dipatok di rentang 38,4 juta KL-41 juta KLdi 2012.

Menurut pengamat perminyakan, jika tidak ada langkah kongkrit maka kuota tersebut bisa ‘bobol’ seperti tahun-tahun sebelumnya.

Demikian disampaikan Pri Agung Rakhmanto, selaku pengamat perminyakan dan juga Direktur Eksekutif ReforMiner Institute ketika dihubungi detikFinance, Jakarta, Sabtu (11/6/2011).

”Kalau pemerintah mematok angka kuota terendahnya 38,4 juta KL, berarti itu harus dilaksanakan pembatasan BBM bersubsidi,” katanya.

Dia menambahkan, kalau perlu pemerintah langsung terapkan pembatasan BBM Subsidi tersebut mulai Januari 2012 nanti.

”Langsung kongkrit, dimulai dari Jawa-Bali dulu misalnya, jangan seperti kemarin kan tidak jadi,” tanggap Pri Agung.

Menurutnya, jika pemerintah tidak mengambil sikap yang jelas, angka kuota 38,4 juta KL tersebut akan lewat batas. Mengingat baik pertumbuhan ekonomi maupun pertumbuhan kendaraan akan terus meningkat setahunnya.

”Dua pertumbuhan terus pasti membutuhkan konsumsi BBM yang tinggi, sangat terkait. Malahan, saya rasa, angka 41 juta KL pun bisa jebol kalau pemerintah tidak melakukan apa-apa,” ucap Pri Agung.

Seperti diketahui, pada beberapa waktu sebelumnya, Kementerian ESDM bersama dengan Komisi VII DPR RI, telah menetapkan pagu indikatif kuota BBM Bersubsidi dari 38,4 juta KL – 41 juta KL di 2012.

Kementerian ESDM sendiri belum melihatkan kebijakan kongkrit tertentu yang mendampingi bagaimana agar kuota indikatif tersebut tidak ‘bobol’ di tahun depan.

Sejauh yang disampaikan, wacana yang diutarakan hanya rencana untuk menjalankan pemanfaatan gas bagi kendaraan, konservasi energi, diversifikasi energi, hingga melakukan pembatasan BBM Bersubsidi yang hingga kini belum dilakukan juga.

Kekisruhan BPMIGAS Tekan Produksi Migas

Kompas, 11 Juni 2011

JAKARTA, KOMPAS.COM – Kisruh penetapan jajaran deputi Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi berpotensi mengganggu kinerja badan pelaksana itu. Hal ini dikhawatirkan akan menghambat upaya peningkatan produksi migas. Produksi minyak mentah siap jual tahun 2011 ditargetkan 970.000 barrel per hari.

“Perombakan ini berpotensi menurunkan kinerja BP Migas,” kata Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Ekonomi Pertambangan dan Energi (ReforMiner Institute) Pri Agung Rakhmanto, Jumat (10/6) di Jakarta.

Sebelumnya, BP Migas menolak keputusan pengangkatan dan pemberhentian sejumlah deputi lembaga itu oleh Menteri ESDM karena dinilai berpotensi melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 Pasal 20. Disebutkan, Wakil Kepala dan Deputi BP Migas diangkat dan diberhentikan menteri atas usul Kepala Badan Pelaksana.

Menurut Pri Agung, perombakan jajaran deputi ini tak sejalan dengan upaya peningkatan produksi, efisiensi biaya operasi yang ditagihkan ke negara (cost recovery), dan penyederhanaa$ birokrasi. Karena hal itu cen+ derung mengabaikan kompetenj si, profesionalitas, dan kebutuha% lemaga seperti BP Migas.

Jajaran deputi mestinya diisi oleh figur-figur yang memili 4 rekam jejak dan pengalaman dad lam menjalankan dan mengen! dalikan industri perminyakan.

Menteri ESDM Darwin Zahe dy Saleh, Kamis, merombak ja+ jaran deputi BP Migas, antarA lain, Wibowo S Wiryawan menso jabat sebagai Deputi Operasi, se belumnya is menjadi Deputi Pei ngendalian Keuangan BP Migasb Akhmad Syakhroza, yang semula menjabat staf khusus Menteri ESDM, menjadi Deputi Pengens dalian Keuangan.

Adapun posis3 Deputi Umum diisi Johan( Widjonarko yang sebelumnya Kepala Subdirektorat PenyiapanProgram Migas Direktorat Per binaan Program Migas Kementerian ESDM.

Sementara itu, anggota Komisi VII DPR, Satya W Yudha, menyatakan, seharusnya penetapan pejabat BP Migas hares mempertimbangkan kompetensi dan mengacu aturan yang ada. Posisi deputi pengendali operasi BP Migas sangat strategis dalam mendorong pencapaian target produksi migas sehingga pemilihan deputinya harus mempertimbangkan profesionalisme. (EVY)

Kapabilitas Deputi Baru BP Migas Diragukan

TEMPO Interaktif, 10 Juni 2011

Jakarta – Penolakan tiga deputi baru Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) disuarakan kalangan internal lembaga itu, tapi juga para pengamat energi. Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Pri Agung Rakhmanto, misalnya, menilai para pejabat dari kalangan birokrat biasanya memecahkan masalah dengan mengeluarkan aturan.

Padahal birokrasi ini yang sering dikeluhkan kontraktor dan menghambat produksi minyak, katanya, ketika dihubungi, Jumat (10/6).

Pernyataan Pri Agung, menanggapi keputusan Menteri Darwin menetapkan tiga deputi baru BP Migas pada akhir bulan lalu. Ketiga deputi itu adalah Wibowo Suseso Wiryawan sebagai Deputi Pengendalian Operasi, Akhmad Syakhroza sebagai Deputi Pengendalian Keuangan dan Johanes Widjonarko sebagai Deputi Umum.

Ketiga deputi itu berasal dari lingkungan internal BP Migas dan Kementerian Energi. Adapun jabatan yang dipangku oleh Wibowo Wirjawan, sebelumnya diisi oleh Budi Indianto yang mundur pada April lalu.

Di saat produksi minyak terus turun, menurut Pri Agung, peran BP Migas sangat penting untuk menciptakan iklim kondusif dalam eksplorasi minyak. Ketiga deputi baru ini dinilai tidak punya pengalaman di dunia pertambangan minyak dan gas bumi bakal kesulitan memenuhi target pemerintah.

Produksi minyak terus merosot ke level 911 ribu barel per hari, di bawah target anggaran 970 ribu barel. Padahal setidaknya dibutuhkan produksi minyak 1,2 juta barel per hari untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri. Akibatnya, pasokan bahan bakar minyak dalam negeri menipis dan impor minyak membengkak yang kemudian menaikkan risiko defisit anggaran.

Senada, Direktur Center For Petroleum and Energy Economic Studies, Kurtubi, menyatakan, orang yang paham lapangan di BP Migas dapat lebih efektif mengawasi produksi dan cost recovery. Meski begitu, produksi minyak sebetulnya bukan tanggung jawab deputi, tapi kepala BP Migas.

Juru bicara BP Migas, Elan Biantoro, ikut mempersoalkan pengangkatan tiga deputi ini. Alasannya, pengangkatan ketiga orang itu tidak sesuai dengan yang diusulkan. Sebab, merujuk pasal 20 Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2004 yang menyebutkan wakil kepala BP Migas dan jajaran deputi diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Energi atas usul Kepala Badan Pelaksana.Namun, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Darwin Zahedy Saleh yakin penunjukan deputi itu sudah memenuhi peraturan yang berlaku. Apalagi usulan nama yang diajukan Kepala BP Migas dinilai kurang pas. Apalagi ini terkait dengan produksi minyak, jadi izinkan saya menggunakan kewenangan.

Ia juga membantah orang yang diangkat sebagai deputi tidak memiliki kapabilitas. Deputi Pengendali Operasi yang kini dijabat oleh Wibowo Wirjawan misalnya, pernah menjabat Deputi Keuangan dan merangkap Pelaksana Tugas Deputi Pengendali Operasi.

Staf Ahli Menteri, Kardaya Wanika, menegaskan, meskipun usulan Kepala BP Migas itu wajib diterima, Bukan berarti usulan tersebut dapat diterima secara seluruhnya. Tidak ada larangannya kami menolak.

Awas Muatan Politik Dibalik Renegoisasi Kontrak Tambang

Majalah Tambang, 10 Juni 2011

Jakarta TAMBANG. Direktur Ekesekutif Reforminer Institute, Pri Agung Rakhmanto mendesak pemerintah fokus dan serius, melaksanakan renegosiasi kontrak-kontrak pertambangan, yang telah direncanakan.

Menurutnya, jangan sampai ungkapan presiden ingin merenegosiasi kontrak itu, lebih bersifat politis. Yakni untuk membuat bargaining position (posisi tawar) dengan perusahaan asing, agar memberikan dukungan untuk pemenangan Pemilu 2014.

Diwawancarai Majalah TAMBANG di Jakarta pada Jumat, 10 Juni 2011, Pri Agung menilai niat pemerintah merenegoisasi kontrak pertambangan yang dianggap tidak adil, setengah hati. Seharusnya renegoisasi itu dilakukan sejak Susilo Bambang Yudhoyono memimpin.

Ia menambahkan, mestinya presiden tidak perlu berwacana di media, jika memang pemerintahannya ingin merenegosiasi kontrak-kontrak pertambangan yang tidak adil. Melainkan langsung action (bertindak), dan membicarakannya langsung dengan masing-masing perusahaan.

Karena sudah diungkapkan lewat media, Pria Agung khawatir rencana pemerintah itu hanya akan mengganggu iklim investasi di Indonesia. Pernyataan pemerintah soal renegoisasi itu terlambat. Ke mana saja selama ini pemerintah, mengapa tiba-tiba disuarakan , tandasnya.

Pertanyaan selanjutnya, kata Pri Agung, pernyataan presiden itu pertanda pemerintah baru sadar, atau ada muatan lain Dia khawawatir itu hanya bermuatan politis, agar perusahaan merapat ke partai politik yang berkuasa, serta mendukungnya memenangkan Pemilu 2014.Pemerintah, ujarnya, juga tidak perlu repot-repot membentuk Tim Renegoisasi. Seharusnya jajaran pemerintah dapat melakukan renegoisasi sejak awal, dengan melakukan pendekatan kepada perusahaan-perusahaan asing, untuk membicarakan ulang kontraknya.

Hal yang terpenting adalah implementasi, bukan pemberitahuan rencana renegoisasi ke publik. Tanpa membentuk tim, seharusnya pemerintah sudah bisa melakukan renegoisasi. Itu bisa dilakukan oleh Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara (Ditjen Minerba), tandasnya.

Maka dari itu, Pri Agung mendesak pemerintah fokus dan serius, melaksanakan rencananya merenegosiasi kontrak-kontrak pertambangan. Diantaranya memperbaiki sistem konsesi wilayah kontrak, dan royalti yang rendah.

Ia juga mengkritik, pengawasan terhadap kontraktor pertambangan umum sangat longgar. Berbeda dengan pertambangan minyak dan gas (migas) yang memiliki badan pengawas seperti BP Migas.

Akibatnya, perusahaan pertambangan asing membayar royalti yang terlalu rendah, hanya 1-2% dari pendapatan bersih.

Namun demikian, ia menolak dibentuknya badan pengawas pertambangan umum, seperti BP Migas. Karena pengawasan itu bisa dilakukan langsung oleh Ditjen Minerba.

Justru dia khawatir, pembentukan badan pengawas tidak dapat membuat pemerintah bekerja optimal. Sekarang tinggal bagaimana Ditjen Minerba, pungkasnya.

Target Produksi Minyak RI 950 Ribu Barel Diragukan

DetikFinance, 8 Juni 2011

Jakarta – Pemerintah dan DPR menargetkan produksi minyak nasional di 2012 mencapai 950 ribu-970 ribu barel per hari (bph). Target tersebut dinilai tidak realistis dan ketinggian.

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto mengatakan, target produksi minyak itu sulit dicapai karena tahun depan pemerintah belum juga melakukan pengembangan lapangan minyak baru.

“Target itu berat dan masih ketinggian,” ujar Pri Agung kepada detikFinance, Rabu (8/6/2011).

Menurut dia idealnya target realistis yang paling bisa dicapai pemerintah adalah 930 ribu-940 ribu bph. “Yang secara teknis, realistisnya adalah segitu. Karena, tidak ada pengembangan baru,” pungkasnya.

Dia juga menambahkan tidak ada proyek besar yang bisa menambah produksi secara signifikan. Walaupun dilakukan upaya optimalisasi, produksi minyak belum bisa terdongkrak.

“Kalau produksi minyak di Cepu (Mobil Cepu Limited) masih belum bisa tambah. Mereka ada masalah di penampungan, baru bisa nambah di 2014. Sekarang masih di 16-20 ribu barel per hari,” tanggap Pri Agung. Baca Selengkapnya